Sepi tanpa dirimu
Membisikkan suara angin
Yang menyusuri lorong sunyi pegunungan malam hari
Lalu tenggelam di lembah gelap amat dalam
Aku sepi tanpa dirimu
Bercerita seorang lelaki menyendiri
Memandang terhanyut lukisan tunggal gadis cantik
Dalam ruang luas berteman cahaya sebatang lilin
Sungguh betapa sepi tanpa dirimu
Menjalani hari dalam bayangmu
Disiksa kerinduan untuk bersama
Namun kenyataan menolak mentah mewujudkan
Ya Sepi tanpa dirimu
Manado, 14 Agustus 2009
Sabtu, 12 Februari 2011
Ramadhan ... aku malu
ilahi, lastu lil firdausi ahla wala aqwa 'alannaril jahiemi fahabli taubatan waghfir dhunubie fainnaka ghofirudh-dhambil 'adiemi..
.............
Betapa aku malu sekaligus bersyukur yang tak hingga
Jika Engkau berkehendak bagiku menuntaskan sisa syahban ini
Kau anugerahiku mengecap manis hakikat ramadhan
Malu aku sepanjang lalu berjalan di luar shirat
Memanggul congkak dunia yang berbedak putih
Berjalan pada kehendek, acuh pada maha kehendak
Malu mengerti walau sedikit
Namun ogah melakukan biarpun sedikit
Hanya bermain dalam retorika gonggong anjing otak udang
Malu karena menyirami terus halaman nafsu
Memupuki indra dengan kesenangan iblis
Menyuburkan tali tali jerat yang kupasang pada leher sendiri
Malu menangis menyadarinya walau 10 detik
Namun tertawa puas 1 tahun akhirat
Bangga dengan lencana salik dunia di dada kiriku
Ya Rahman murahkan cemetimu padaku hentakkan kuat di punggung hingga terkoyak daging sehingga menggeserku kembali pada shirat
Ya Rahiem bibir laknat telah menantang murka-MU karena tak pantas lagi meminta Rahim-Mu
Ya Salaam sudilah terima kotor ini engkau sucikan dalam keselamatan
Ya Jabbar ciptakan kehendak laten untuk selalu mencari-MU dalam kekotoranku
Ya Wahhab turunkan karunia kekuatan untuk berpegang pada licinnya jalan-MU
Ya Bashier lihatlah hati ini yang tak pantas dilihat namun rindu melihat-MU
Ya Haadi tunjukilah dan tuntun dalam jalan pewaris kekasihMU
Ya Maani'u mohon hadang segala goda pada jalan syukur ini jika engkau anugerahi aku Ramadhan
Ilahi anta maksudi waridloka matlubi
Manado, 14 Agustus 2009
.............
Betapa aku malu sekaligus bersyukur yang tak hingga
Jika Engkau berkehendak bagiku menuntaskan sisa syahban ini
Kau anugerahiku mengecap manis hakikat ramadhan
Malu aku sepanjang lalu berjalan di luar shirat
Memanggul congkak dunia yang berbedak putih
Berjalan pada kehendek, acuh pada maha kehendak
Malu mengerti walau sedikit
Namun ogah melakukan biarpun sedikit
Hanya bermain dalam retorika gonggong anjing otak udang
Malu karena menyirami terus halaman nafsu
Memupuki indra dengan kesenangan iblis
Menyuburkan tali tali jerat yang kupasang pada leher sendiri
Malu menangis menyadarinya walau 10 detik
Namun tertawa puas 1 tahun akhirat
Bangga dengan lencana salik dunia di dada kiriku
Ya Rahman murahkan cemetimu padaku hentakkan kuat di punggung hingga terkoyak daging sehingga menggeserku kembali pada shirat
Ya Rahiem bibir laknat telah menantang murka-MU karena tak pantas lagi meminta Rahim-Mu
Ya Salaam sudilah terima kotor ini engkau sucikan dalam keselamatan
Ya Jabbar ciptakan kehendak laten untuk selalu mencari-MU dalam kekotoranku
Ya Wahhab turunkan karunia kekuatan untuk berpegang pada licinnya jalan-MU
Ya Bashier lihatlah hati ini yang tak pantas dilihat namun rindu melihat-MU
Ya Haadi tunjukilah dan tuntun dalam jalan pewaris kekasihMU
Ya Maani'u mohon hadang segala goda pada jalan syukur ini jika engkau anugerahi aku Ramadhan
Ilahi anta maksudi waridloka matlubi
Manado, 14 Agustus 2009
epilog bahagia sore hari
Hari ini begitu panas menyengat
Namun sore menutup bahagia
Senyum ceria tersaji dalam gerai rambut
Teracuhkan di dalam penat kesibukan
Hadirlah esok keindahanmu
Walau menjadi arus kuat bersembunyi
Yang tertutup riak tenang permukaan
Memberiku larik penuh puisi kebahagiaan
Manado, 13 Agustus 2009
Namun sore menutup bahagia
Senyum ceria tersaji dalam gerai rambut
Teracuhkan di dalam penat kesibukan
Hadirlah esok keindahanmu
Walau menjadi arus kuat bersembunyi
Yang tertutup riak tenang permukaan
Memberiku larik penuh puisi kebahagiaan
Manado, 13 Agustus 2009
jangan sedih bunga mimpiku
Hari ini engkau bersedih
Awan kelabu menghadang mentari
Menyisakan untukmu cerah sedikit
Layu kesegaran ceria kelopakmu
Mengertilah awan kan senantiasa datang
Karena panas mentari menguapkan air romansa
Pun bergerak pasti ke langit egois
Membentur dinding pengertian dan bergemuruh lidah bersilat
Biarkan hujan sebentar turun dari awan kelabu
Membasahi kerontang hati yang lalu
Menyegarkan ceria cerah pesonamu
Menjadi bunga terindah dalam mimpiku
Manado, 12 Agustus 2009
Awan kelabu menghadang mentari
Menyisakan untukmu cerah sedikit
Layu kesegaran ceria kelopakmu
Mengertilah awan kan senantiasa datang
Karena panas mentari menguapkan air romansa
Pun bergerak pasti ke langit egois
Membentur dinding pengertian dan bergemuruh lidah bersilat
Biarkan hujan sebentar turun dari awan kelabu
Membasahi kerontang hati yang lalu
Menyegarkan ceria cerah pesonamu
Menjadi bunga terindah dalam mimpiku
Manado, 12 Agustus 2009
membatu cinta
Tertinggal dalam kehampaan keinginan
Tersiksa gelisah pada pusaran pemikiran
Terseret pengejaran bayang-bayang
Yang menjanjikan sensasi keindahan fatamorgana
Tersadar pusaran melempar jauh dari angan-angan
Menggapai cinta bagai bayangan sendiri
Walau dekat terlihat namun kosong diraih
Berkejaran tiada arti mengiris hati luka lelah
Demikian cinta itu tulus ada walau muncul pada angan angan
Bagai batu dalam arus suka duka tak mampu bergerak laksana air
Selalu terantuk pada sekeliling menghantam kenyataan
Mengelinding entah pada muara atau pinggiran tenang sungai
Membatu cinta walau tergerus arus
Tak akan berhenti air menggerusnya
Merasakan gerusan dan tetesan hasrat yang mendera
Namun batu tetap membatu tidak lebur menjadi debu
Manado, 10 Agustus 2009
Tersiksa gelisah pada pusaran pemikiran
Terseret pengejaran bayang-bayang
Yang menjanjikan sensasi keindahan fatamorgana
Tersadar pusaran melempar jauh dari angan-angan
Menggapai cinta bagai bayangan sendiri
Walau dekat terlihat namun kosong diraih
Berkejaran tiada arti mengiris hati luka lelah
Demikian cinta itu tulus ada walau muncul pada angan angan
Bagai batu dalam arus suka duka tak mampu bergerak laksana air
Selalu terantuk pada sekeliling menghantam kenyataan
Mengelinding entah pada muara atau pinggiran tenang sungai
Membatu cinta walau tergerus arus
Tak akan berhenti air menggerusnya
Merasakan gerusan dan tetesan hasrat yang mendera
Namun batu tetap membatu tidak lebur menjadi debu
Manado, 10 Agustus 2009
Jumat, 11 Februari 2011
hasrat jiwa
Duhai engkau indah
Hasrat jiwa selalu memanggilmu
Baluri hasrat kegelisahan dengan senyum lagak lagumu
Temani bermain-main sejenak kehangatan muda
Tak berani kuucap padamu indah semua itu
Jujur tiba-tiba datang menyalip jernih akal
Menarik tak berdaya mengejar pesonamu
Takut pula mengartikannya cinta
Oh tolonglah apa dayaku
Semakin kulawan semakin indah tak terlupakan
Duhai indah jika saja waktu berpihak padaku
Hasrat kan tulus menyapamu tegas
Kurangkaikan bunga setaman warna warni dua insan
Kuhantarkan pada bilik hati sepi damai
Agar engkau tahu dan merasakannya
Serta kubawa engkau mengarungi hasrat jiwa bersama
Untukmu Indah
Manado, 6 Agustus 2009
Hasrat jiwa selalu memanggilmu
Baluri hasrat kegelisahan dengan senyum lagak lagumu
Temani bermain-main sejenak kehangatan muda
Tak berani kuucap padamu indah semua itu
Jujur tiba-tiba datang menyalip jernih akal
Menarik tak berdaya mengejar pesonamu
Takut pula mengartikannya cinta
Oh tolonglah apa dayaku
Semakin kulawan semakin indah tak terlupakan
Duhai indah jika saja waktu berpihak padaku
Hasrat kan tulus menyapamu tegas
Kurangkaikan bunga setaman warna warni dua insan
Kuhantarkan pada bilik hati sepi damai
Agar engkau tahu dan merasakannya
Serta kubawa engkau mengarungi hasrat jiwa bersama
Untukmu Indah
Manado, 6 Agustus 2009
di hamparan kaya raya
Tak sempat kubercerita panjang
Kutulis saja dalam larik pendek
Dikejutkan tutur yang indah
Tentang potret kerasnya hidup
Kubuka lagi album foto yang tersimpan rapi dalam benak dahulu
Ternyata tutur semakin menguatkan pesan itu
Potret itu bercerita tentang
Seorang anak dengan kulit lengas bermain ceria di gunung sampah
Seorang anak menggendong adik bayinya menengadah tangan di lalu lalang mobil
Seorang anak terlindas traktor mengejar tetesan minyak tanah
Seorang anak mencuri bahkan membunuh demi penghargaan dari teman sebayanya
Juga bercerita
Seorang ibu sederhana dinikmati tubuhnya demi sakit anaknya
Seorang ibu ramah membakar suami karena rejekinya dibagi dengan wanita lain
Seorang ibu lupa anak dan suami karena bosan dengan kehidupan serba kurang suaminya
Seorang ibu bersaing dengan anak gadisnya demi eksistensi dalam dunia gemerlap
Tak kalah sedih menceritakan juga
Seorang bapak mati terhunus pisau agar anaknya bisa sekolah
Seorang bapak menikam jantung laki-laki necis agar anaknya sembuh
Seorang bapak menggadaikan hidup pada iblis agar seluruh keluarga bahagia
Seorang bapak dengan mata nanar melihat istri dan anaknya terbakar di dalam rumah
Kusimpan potret ini baik-baik dalam benak dalam
Kulihat hamparan kaya raya negeriku
Kubertanya mungkinkah semua itu
Betapa tuhan memberi anugerah tanah dan air sungguh melimpah
Kenapa mereka tak terbagikan
Sedih, berteriak, mengalir bulir air disudut mata, mengiris dengan sembilu perasaan
Kulihat hidup yang tak sempat kupotret
Seorang kaya membeli pulau untuk liburan pribadi
Seorang pejabat berfoya-foya dengan pelacur di negeri seberang
Seorang pengusaha membuka rekening dimana-mana demi aman uang haramnya
Seorang pemimpin berebut kuasa dunia kaca berlian fana
Wahai penghuni dunia kaca
Perhatikan baik-baik halaman di depan, belakang, dan samping
Sekelilingmu adalah kotoran, bau busuk, sisa sisa kerakusanmu
Berdiam diri engkau melihat itu sungguh engkau melarat sesungguhnya
Minumlah air mata darah mereka sampai kenyang agar engkau kaya raya
Kutulis saja dalam larik pendek
Dikejutkan tutur yang indah
Tentang potret kerasnya hidup
Kubuka lagi album foto yang tersimpan rapi dalam benak dahulu
Ternyata tutur semakin menguatkan pesan itu
Potret itu bercerita tentang
Seorang anak dengan kulit lengas bermain ceria di gunung sampah
Seorang anak menggendong adik bayinya menengadah tangan di lalu lalang mobil
Seorang anak terlindas traktor mengejar tetesan minyak tanah
Seorang anak mencuri bahkan membunuh demi penghargaan dari teman sebayanya
Juga bercerita
Seorang ibu sederhana dinikmati tubuhnya demi sakit anaknya
Seorang ibu ramah membakar suami karena rejekinya dibagi dengan wanita lain
Seorang ibu lupa anak dan suami karena bosan dengan kehidupan serba kurang suaminya
Seorang ibu bersaing dengan anak gadisnya demi eksistensi dalam dunia gemerlap
Tak kalah sedih menceritakan juga
Seorang bapak mati terhunus pisau agar anaknya bisa sekolah
Seorang bapak menikam jantung laki-laki necis agar anaknya sembuh
Seorang bapak menggadaikan hidup pada iblis agar seluruh keluarga bahagia
Seorang bapak dengan mata nanar melihat istri dan anaknya terbakar di dalam rumah
Kusimpan potret ini baik-baik dalam benak dalam
Kulihat hamparan kaya raya negeriku
Kubertanya mungkinkah semua itu
Betapa tuhan memberi anugerah tanah dan air sungguh melimpah
Kenapa mereka tak terbagikan
Sedih, berteriak, mengalir bulir air disudut mata, mengiris dengan sembilu perasaan
Kulihat hidup yang tak sempat kupotret
Seorang kaya membeli pulau untuk liburan pribadi
Seorang pejabat berfoya-foya dengan pelacur di negeri seberang
Seorang pengusaha membuka rekening dimana-mana demi aman uang haramnya
Seorang pemimpin berebut kuasa dunia kaca berlian fana
Wahai penghuni dunia kaca
Perhatikan baik-baik halaman di depan, belakang, dan samping
Sekelilingmu adalah kotoran, bau busuk, sisa sisa kerakusanmu
Berdiam diri engkau melihat itu sungguh engkau melarat sesungguhnya
Minumlah air mata darah mereka sampai kenyang agar engkau kaya raya
Rabu, 09 Februari 2011
Pada Hari Ini
Rona hari ini melukiskan eksotika alam keindahan
Aku di dalamnya menggeliat wajar seperti hari-hari lalu
Sedikit tidak berarti keterperanjatan pada pagi tadi
Namun mengalir makin deras di ujung hari
Ternyata sesuatu yang indah menaman pada bawah sadar
Separuh hari imajinasi ekspresi sedikit terpinggirkan
Wajar karena tanggung jawab tidak hanya di situ
Mencoba menggali lagi jejak-jejak imajinasi terlupakan
Ternyata sungguh bagai mencari mutiara terberai di lautan
Hanya ganggang dan kerang yang kudapat
Entah ada apa pada hari ini
Sejumput semangat telah ada walau dalam sekam
Kutunggu bara bakarnya
Sejumput kegelisahan juga ada dan sembunyi lihai
Mendesak pada keruntuhan motivasi
Aku sudah tekad biarlah semangat dan gelisah bertarung
Tiada hirau hanya angin mengalir pada ruang ventilasiku
Bebas akal pada keluasan dunia
Bebas hati pada kedalaman hakiki
Aku memulai pada hari ini
Manado, 5 Agustus 2009
Aku di dalamnya menggeliat wajar seperti hari-hari lalu
Sedikit tidak berarti keterperanjatan pada pagi tadi
Namun mengalir makin deras di ujung hari
Ternyata sesuatu yang indah menaman pada bawah sadar
Separuh hari imajinasi ekspresi sedikit terpinggirkan
Wajar karena tanggung jawab tidak hanya di situ
Mencoba menggali lagi jejak-jejak imajinasi terlupakan
Ternyata sungguh bagai mencari mutiara terberai di lautan
Hanya ganggang dan kerang yang kudapat
Entah ada apa pada hari ini
Sejumput semangat telah ada walau dalam sekam
Kutunggu bara bakarnya
Sejumput kegelisahan juga ada dan sembunyi lihai
Mendesak pada keruntuhan motivasi
Aku sudah tekad biarlah semangat dan gelisah bertarung
Tiada hirau hanya angin mengalir pada ruang ventilasiku
Bebas akal pada keluasan dunia
Bebas hati pada kedalaman hakiki
Aku memulai pada hari ini
Manado, 5 Agustus 2009
rere
Hari itu sore pukul 3 dering handphone murahan di sakuku berbunyi
Dalam rintihan kengerian ibumu mengabarkan engkau akan segera datang
Sesungguhnya sedari pagi telah kutawarkan menunggu kedatanganmu
Namun melarang ibumu demi kondite kerjaku
Kunaiki motor yang sudah tak lagi kencang
Berharap bisa menyapa kedatanganmu namun sia sia
Tak kudengar teriakanmu yang tak kuasa memasuki dunia ini
Tak kaudengar suaraku melantunkan adzan dan iqomah ditelingamu
Engkau tumbuh dengan sedikit belaian orang tuamu
Engkau berkembang di bawah sebayamu dalam ukuran dunia sekarang ini
Tapi jangan kau ragu akan hatiku
Segala rintang jadi niat dalam semangatku anakku
Dan kini sekali lagi juwita-ku
walau sekejap aku awasi hari-harimu
dan tak jarang kau menangis karena kemarahanku atas sikapmu
kembali engkau harus mandiri bersama ibu dan adikmu yang baru lahir
Bermainlah, walau aku jauh
Nakallah, asal kau hormati ibumu
Bersenang-senanglah, seakan akan aku disampingmu
Tumbuhlah dengan jiwa bebas dan lepas
Aku berdoa agar aku dijadikan rahmat bagimu anakku
Agar aku dijadikan tanganNYA membimbing merawatmu
Dijadikan gelas untuk memenuhi dahagamu
Dijadikan jalan bagi bahagia hidupmu
Manado, 4 Agustus 2009
Dalam rintihan kengerian ibumu mengabarkan engkau akan segera datang
Sesungguhnya sedari pagi telah kutawarkan menunggu kedatanganmu
Namun melarang ibumu demi kondite kerjaku
Kunaiki motor yang sudah tak lagi kencang
Berharap bisa menyapa kedatanganmu namun sia sia
Tak kudengar teriakanmu yang tak kuasa memasuki dunia ini
Tak kaudengar suaraku melantunkan adzan dan iqomah ditelingamu
Engkau tumbuh dengan sedikit belaian orang tuamu
Engkau berkembang di bawah sebayamu dalam ukuran dunia sekarang ini
Tapi jangan kau ragu akan hatiku
Segala rintang jadi niat dalam semangatku anakku
Dan kini sekali lagi juwita-ku
walau sekejap aku awasi hari-harimu
dan tak jarang kau menangis karena kemarahanku atas sikapmu
kembali engkau harus mandiri bersama ibu dan adikmu yang baru lahir
Bermainlah, walau aku jauh
Nakallah, asal kau hormati ibumu
Bersenang-senanglah, seakan akan aku disampingmu
Tumbuhlah dengan jiwa bebas dan lepas
Aku berdoa agar aku dijadikan rahmat bagimu anakku
Agar aku dijadikan tanganNYA membimbing merawatmu
Dijadikan gelas untuk memenuhi dahagamu
Dijadikan jalan bagi bahagia hidupmu
Manado, 4 Agustus 2009
Bunga Indah
Ingin kuceritakan tentang bunga
Tumbuh di halaman sederhana
Bukan di taman bermain yang indah
Kelopaknya masih mungil dan lugu kala itu
Setiap kali kulewat halaman itu
Tidak terusik menyita pandang langkahku
Kurasa bunga itu tumbuh wajar mengikuti musim
Tidak terasa 3 tahun dan semakin mekar pada pagi kulalui halaman itu
Semakin menyita mekar bunga
Dalam mozaik hari hari kehidupan
Kumbang kumbang mengitari terpesonakan sekilas keceriaan
Tak juga terpetik hanya bersuka ria dalam riasan palsu dunia
Bunga itu telah begitu mekar
Menyedot bawah sadar kekaguman
Tiada habis kekaguman mencoba mengajak memetiknya
Kumbang kumbang semakin menunjukkan sengat tajamnya
Kupandangi saja mozaik bunga kumbang pada halaman itu
Walau begitu indah tak mungkin kupetik dari halaman itu
Karena akan merusak mozaik halaman itu
Juga merusak keindahan yang telah terpatri
Manado, 2 Agustus 2009
Tumbuh di halaman sederhana
Bukan di taman bermain yang indah
Kelopaknya masih mungil dan lugu kala itu
Setiap kali kulewat halaman itu
Tidak terusik menyita pandang langkahku
Kurasa bunga itu tumbuh wajar mengikuti musim
Tidak terasa 3 tahun dan semakin mekar pada pagi kulalui halaman itu
Semakin menyita mekar bunga
Dalam mozaik hari hari kehidupan
Kumbang kumbang mengitari terpesonakan sekilas keceriaan
Tak juga terpetik hanya bersuka ria dalam riasan palsu dunia
Bunga itu telah begitu mekar
Menyedot bawah sadar kekaguman
Tiada habis kekaguman mencoba mengajak memetiknya
Kumbang kumbang semakin menunjukkan sengat tajamnya
Kupandangi saja mozaik bunga kumbang pada halaman itu
Walau begitu indah tak mungkin kupetik dari halaman itu
Karena akan merusak mozaik halaman itu
Juga merusak keindahan yang telah terpatri
Manado, 2 Agustus 2009
tersentak pada suatu malam
Kumasuki ruang hidupmu
Semata-mata inginku mengajaknya
Sudah terlalu hina diriku tanpa harus kau maki
Walau bulan dan matahari dikuasakan padaku
Tetap tak mungkin ku ubah malam menjadi siang
Berjalanlah tegak dan ceria tanpa menoleh lagi karena kau kuasa
Menjauh dan tutup hidung rapat-rapat karena aku bagai tai kucing bagimu
Setidaknya sudah kusampaikan isyarat jujur dan tulusku
Inilah kesahajaanku tiada lagi yang perlu ditutupi
Semoga kau bahagia dengan makian itu begitu pula aku
Manado, 1 Agustus 2009
Semata-mata inginku mengajaknya
Sudah terlalu hina diriku tanpa harus kau maki
Walau bulan dan matahari dikuasakan padaku
Tetap tak mungkin ku ubah malam menjadi siang
Berjalanlah tegak dan ceria tanpa menoleh lagi karena kau kuasa
Menjauh dan tutup hidung rapat-rapat karena aku bagai tai kucing bagimu
Setidaknya sudah kusampaikan isyarat jujur dan tulusku
Inilah kesahajaanku tiada lagi yang perlu ditutupi
Semoga kau bahagia dengan makian itu begitu pula aku
Manado, 1 Agustus 2009
Tali Sutra
Tali sutra membelengguku
Dipintal dari jurang kelam jiwa kegelapan
Halus menyentuh raga
Kuat mengikat bak rantai raksasa
Tali sutra disandangkan
Pilin memilin dalam rajutan busana raga
Menutupi untuk memberikan esensi insan
Agar sempurna dikata kalam
Tali sutra dilekatkan
Pada bisikan bisikan samar namun tegas
Yang mengajak menikmati keindahan baju nestapa
Untuk busana pesta kelam jiwa kegelapan
Tali sutra sungguh indah
Setelah dicuci pada air mendidih hakiki hidup
Dipintal oleh tangan tangan dalam riyadah hati
Menjadi tali titian kaki pencari
Tali sutra musnahlah sudah
Hilang menguap raga tertanah
Menjadi layar putih perjalanan
Yang bercerita jujur sang pemilik raga
Manado, 1 Agustus 2009
Dipintal dari jurang kelam jiwa kegelapan
Halus menyentuh raga
Kuat mengikat bak rantai raksasa
Tali sutra disandangkan
Pilin memilin dalam rajutan busana raga
Menutupi untuk memberikan esensi insan
Agar sempurna dikata kalam
Tali sutra dilekatkan
Pada bisikan bisikan samar namun tegas
Yang mengajak menikmati keindahan baju nestapa
Untuk busana pesta kelam jiwa kegelapan
Tali sutra sungguh indah
Setelah dicuci pada air mendidih hakiki hidup
Dipintal oleh tangan tangan dalam riyadah hati
Menjadi tali titian kaki pencari
Tali sutra musnahlah sudah
Hilang menguap raga tertanah
Menjadi layar putih perjalanan
Yang bercerita jujur sang pemilik raga
Manado, 1 Agustus 2009
Taman Surga
Melingkar
Bertautan
Terpejam
Berbisu
Hening
Khidmat
Berdetak
Berucap
Resapi
Agung
Tenggelam
Serempak
Khusyuk
Berhampiran
Terbuka
Cahay
Damai
Oh TAMAN SURGA
Manado, 28 Juli 2009
Bertautan
Terpejam
Berbisu
Hening
Khidmat
Berdetak
Berucap
Resapi
Agung
Tenggelam
Serempak
Khusyuk
Berhampiran
Terbuka
Cahay
Damai
Oh TAMAN SURGA
Manado, 28 Juli 2009
ode to parkiran FE
pagi itu masih mengantuk, namun aku telah selesai bersiap
hari itu ada mata kuliah ekonomi makro
tidak begitu laju FR-80 kupacu dan ternyata motor itu tidak bisa laju.. hehehehe
entah antusias atau malas pagi itu kuberangkat kuliah
parkiran tidak begitu penuh karena memang masih pagi
kunaiki motor menuju areal tertentu di parkiran itu, tidak ada selain gerombolan “mbaurekso” yang mau menempati areal itu
ada motor itok, lek yon, imot, brewok, tapir, mac, didi dodo
sambutan selamat datang yang khas menyapa kedatangan
cerita di malam hari dan hari lalu menjadi lebih ceria pada pagi itu
tertawa lepas, “nyacat”, dan pandangan nakal ke mahasiswi terlebih maba menjadi ramuan sempurna di pagi hari.
Waktu berjalan cepat hingga jam sudah masuk waktu pelajaran
Perjalanan dari parkiran ke ruang kuliah masih bergerombol dan penuh bahana tawa
Di teras ruang kuliah sudah persetan dengan segala materi kuliah
Ternyata... dosen tidak datang... kembali parkiran menjadi ramai
Memberi hiburan bagi mereka di dalam kelas
Walau kami sering dianggap kasar namun respect selalu kami pegang
“PARKIRAN FAKULTAS EKONOMI” memberi warna perjalanan hidup
Disitu kami saling mengisi dan berbagi mendukung dan bersatu
RAKSASA KAPITALIS mulai memasuki areal parkir ditahun-tahun ke-2 ke-3
Hempasannya begitu sungguh kuat memburaikan kami
“mbaurekso” harus bubar demi keadaan
Parkiran semakin hari semakin tertutupi gedung-gedung mewah kampus
"cok .. yok opo kabarmu rek.."
sekarang makian ini semakin mahal terlebih diliputi kemunafikan
teman... semangat parkiran semoga masih membara di hati kalian
walau jauh tapi kita sudah dewasa untuk menghantarkan semangat itu pada setiap kita semua
menghantarkan hakikat kebersamaan dan kesederhaan
yang dulu hilang di injak-injak agressor kapitalis di parkiran kita
AYO REK.. OJOK MUNTHUG THOK..
Manado, 28 Juli 2009
hari itu ada mata kuliah ekonomi makro
tidak begitu laju FR-80 kupacu dan ternyata motor itu tidak bisa laju.. hehehehe
entah antusias atau malas pagi itu kuberangkat kuliah
parkiran tidak begitu penuh karena memang masih pagi
kunaiki motor menuju areal tertentu di parkiran itu, tidak ada selain gerombolan “mbaurekso” yang mau menempati areal itu
ada motor itok, lek yon, imot, brewok, tapir, mac, didi dodo
sambutan selamat datang yang khas menyapa kedatangan
cerita di malam hari dan hari lalu menjadi lebih ceria pada pagi itu
tertawa lepas, “nyacat”, dan pandangan nakal ke mahasiswi terlebih maba menjadi ramuan sempurna di pagi hari.
Waktu berjalan cepat hingga jam sudah masuk waktu pelajaran
Perjalanan dari parkiran ke ruang kuliah masih bergerombol dan penuh bahana tawa
Di teras ruang kuliah sudah persetan dengan segala materi kuliah
Ternyata... dosen tidak datang... kembali parkiran menjadi ramai
Memberi hiburan bagi mereka di dalam kelas
Walau kami sering dianggap kasar namun respect selalu kami pegang
“PARKIRAN FAKULTAS EKONOMI” memberi warna perjalanan hidup
Disitu kami saling mengisi dan berbagi mendukung dan bersatu
RAKSASA KAPITALIS mulai memasuki areal parkir ditahun-tahun ke-2 ke-3
Hempasannya begitu sungguh kuat memburaikan kami
“mbaurekso” harus bubar demi keadaan
Parkiran semakin hari semakin tertutupi gedung-gedung mewah kampus
"cok .. yok opo kabarmu rek.."
sekarang makian ini semakin mahal terlebih diliputi kemunafikan
teman... semangat parkiran semoga masih membara di hati kalian
walau jauh tapi kita sudah dewasa untuk menghantarkan semangat itu pada setiap kita semua
menghantarkan hakikat kebersamaan dan kesederhaan
yang dulu hilang di injak-injak agressor kapitalis di parkiran kita
AYO REK.. OJOK MUNTHUG THOK..
Manado, 28 Juli 2009
sobat
Sobat
aku tahu kita menjalani kehidupan yang keras
hiruk pikuk kita sehari-hari pasti membuat kita terhempas
bahkan tidak hanya satu yang mungkin telah terhempas
sobat
walau aku jauh disini sedang kau disana
semoga harmoni rasta bisa kau rasa
simbol-simbolnya harus usang bagi kita
sobat
dalam kerasnya kehidupan kita
terima aku sebagaimana kita dulu bersama
buanglah simbol-simbol penghalang dunia
sobat
If you know your history,
Then you would know where you coming from,
Then you wouldnt have to ask me,
Who the heck do you think I am.
sobat
berbahagialah kita semua, berdoalah
Manado, 28 Juli 2009
aku tahu kita menjalani kehidupan yang keras
hiruk pikuk kita sehari-hari pasti membuat kita terhempas
bahkan tidak hanya satu yang mungkin telah terhempas
sobat
walau aku jauh disini sedang kau disana
semoga harmoni rasta bisa kau rasa
simbol-simbolnya harus usang bagi kita
sobat
dalam kerasnya kehidupan kita
terima aku sebagaimana kita dulu bersama
buanglah simbol-simbol penghalang dunia
sobat
If you know your history,
Then you would know where you coming from,
Then you wouldnt have to ask me,
Who the heck do you think I am.
sobat
berbahagialah kita semua, berdoalah
Manado, 28 Juli 2009
mencari fana
Bertemu pagi berkawan malam
Walau pagi selalu menemani
malam selalu menghadang
Pagi ini horizon itu masih disana
Tak juga menjauh tak juga mendekat
Malam menghadang pada horizon itu
Tak juga menjauh tak juga mendekat
Seakan berjalan ditempat mengejar kesia-siaan
Memutarinya bertemu lagi di titik awal
Wahai pemilik pagi dan malam
Hantarkan aku dimana pagi dan malam ditenggelamkan
Ajarkan rahasianya
Agar tak lagi kucari sia-sia dalam fana
Walau pagi selalu menemani
malam selalu menghadang
Pagi ini horizon itu masih disana
Tak juga menjauh tak juga mendekat
Malam menghadang pada horizon itu
Tak juga menjauh tak juga mendekat
Seakan berjalan ditempat mengejar kesia-siaan
Memutarinya bertemu lagi di titik awal
Wahai pemilik pagi dan malam
Hantarkan aku dimana pagi dan malam ditenggelamkan
Ajarkan rahasianya
Agar tak lagi kucari sia-sia dalam fana
lelah
Kepada otot-otot yang membalut tulang dari kedinginan
Kepada darah yang mengalir mengirimkan udara keseluruh tubuh
Kepada tulang-tulang yang menyanggah demi tegak dan berjalan
Kepada saluran pencernaan yang mensupply tenaga
Kepada mata, telinga, yang menjadi mercu suar
Kepada otak, yang mengatur seluruhnya
Jika engkau bagian dari aku
Maka turuti kata hatiku yang sedang berzikir
Bermakmumlah padanya
Sesungguhnya kalian adalah tidak berarti
Hanya penat, lelah, dan keterpurukan yang selalu kalian berikan
Turuti ini maka kau berarti
Manado, 23 Juli 2009
Kepada darah yang mengalir mengirimkan udara keseluruh tubuh
Kepada tulang-tulang yang menyanggah demi tegak dan berjalan
Kepada saluran pencernaan yang mensupply tenaga
Kepada mata, telinga, yang menjadi mercu suar
Kepada otak, yang mengatur seluruhnya
Jika engkau bagian dari aku
Maka turuti kata hatiku yang sedang berzikir
Bermakmumlah padanya
Sesungguhnya kalian adalah tidak berarti
Hanya penat, lelah, dan keterpurukan yang selalu kalian berikan
Turuti ini maka kau berarti
Manado, 23 Juli 2009
sendiri
Kulantunkan sajak kesendirian
Bercerita tentang sepinya cadas yang dihantam ombak.
Bernyanyikan seruling burung malam yang terselimuti kelam.
Dihalaman luas pasir palung laut dalam.
Kutuliskan sajak ini dalam langkah langkah gontai ditengah keramaian.
Ketika sekeliling bagai asing mengurungku.
Walau ramai badan merasa
Namun sunyi hati sendirian
Manado, 20 Juli 2009
Bercerita tentang sepinya cadas yang dihantam ombak.
Bernyanyikan seruling burung malam yang terselimuti kelam.
Dihalaman luas pasir palung laut dalam.
Kutuliskan sajak ini dalam langkah langkah gontai ditengah keramaian.
Ketika sekeliling bagai asing mengurungku.
Walau ramai badan merasa
Namun sunyi hati sendirian
Manado, 20 Juli 2009
Langganan:
Postingan (Atom)