Jumat, 03 Juni 2011

sajakku musik rock

sajakku musik rock
berteriak lepas nan elok

yeaaahhhhhhh
buncah pecah memecah
debar mengibas bebas lepas

getaskan halang
terobos bimbang

yeaaahhhhhhh
buncah pecah memecah
debar mengibas bebas lepas

ini lantang suara
ingin lantang bicara

dengar dengarlah menembus cadasnya
simak simaklah nyanyi hati lembutnya

sajakku musik rock
dengarlah dengan hatimu yang elok


Manado, 6 Juni 2010

kucari arti

kecuplah tepat di kelopak dua mata ini
agar pejamku sempurna
kuhayati kegelapan

hembuskan saja nafas di dua telinga
agar tuli dalam sunyi
kuhayati senandung hening

tapi jangan kau ambil hati ini
karena disitu aku mencari arti
karena disitu ku cari arti
kegelapan dan hening dirimu
malam ini


Manado, 4 Juni 2010

segenap juta dekap

segenap juta dekap
lenganlengan kehampaan
entahlah ini terasa nyata memelukku
tubuhku mengerut mengikut rengkuhnya
menyesak dada membius nikmat
otototot lemas dan bulubulu berdiri
poripori juga semakin peka
tak sempat berpikir apa melainkan pasrah
hanya kegalauan yang menggeliat
bertarung dengan kenyataan hampa


Manado, 3 Juni 2010

dicumbu gerimis

gerimis mencium kulitku satupersatu
bersama mendung mengantung dibuailah bayang
membuat mata makin berat dipelupuk
entah mengapa mimpiku dimobil tadi
memelukmu hangat bahkan erat
oh nikmat yang lekat lebih dari sangat
mengasingkan aku dari gemuruh hujan yang deras


Manado, 3 Juni 2010

tilam kelelahan

kupilin tilam dari kelelahan
penatnya jadikan sprei
otototot bergelepak rebah
mata merapat ronarona dari sebuah pejaman berkelap-kelip
disitu aku antar untuk kemudian tidur


Manado, 3 Juni 2010

dari senja yang mengelam menuju malam

senja makin samar,
gelap makin tegas,
kerinduan makin kelam,
hati makin mendendam

kelapakelapa itu tak lagi menarinari,
terpekur disunyi ladang,
sepi dikipaskan begitu semilir,
rindu makin menggigil.

mataku melukis kelapakelapa yang makin hilang dalam gelap
juntaijuntai tak berdaya melemas diayunan tanganku
suara binatang malam makin membisingkan
ya gelap telah berkuasa

kulihat, kulihat lagi ya lindap hatiku
meringkuk duduk termenung menunduk wajah
berpeluk dekap kaki sendiri
wajah makin menyembunyi muka

kini mataku melukis gelap dari yang lebih gelap
hitam mengental palung hati
dimana rindu karam
dari senja yang mengelam menuju malam


Manado, 2 Juni 2010

aku telah habis

malam pecah sudah
meniti tangga bintang satusatu
diangkasa berguling hingga mars
terantuk meteor sana sini
belum juga sampai matahari
tubuhku musnah tak ada lagi yang mengikat jiwa hingga melesat kemana
jika kau baca puisi ini
aku telah habis


Manado, 2 Juni 2010

selendang biru

kutawarkan selendang padamu
engkau bertanya "beranikah dirimu"
selendang biruku berhenti di dua tanganku yang menadah
belum sempat melempang di lehernya yang putih

ku jawab "tentu"
tanganku bergerak lagi seakan merangkul
senyumnya menahan menyuruhku berhenti dengan sedikit sekali gelengan
kali ini tanganku dipegangnya, ah hampir

"duduklah" pintanya
sejengkal lututnya menjauh dariku
"jangan kamu terlalu baik, jangan, ini bukan tarianmu, pandanglah mataku keduanya tepat, kau pasti mengiyakan pendapatku"
tanganku meremas selendang biru, "aku hanya ingin mengalungkan selendang ini, ambillah, menarilah dengannya, ini memang bukan tarianku"


Manado, 1 Juni 2010

menggalah cahaya bintang

ijinkan malam ini kugalah cahaya bintang
biarkan nyalanya menyusuri galah
tak lama juga tangantangan ini terbakar
hangus legam galah lepas genggam

memang bukan untuk kutangkap nyala itu
karena tak sanggup tak juga sesiapa
tapi galahku menjadi jalan dan tanganku menjadi kunci
agar cahaya itu beredar dibumi memakai kerudung cinta

setiap insan yang bercinta, wahai
dia akan berbinar disetiap mata



Manado, 1 Juni 2010

gelandangan pintu hati

aku adalah gelandangan
penuh kudis dosa dan baju camping
pengemis yang mengetuk di pintu hati
bukan untuk harap sedekah

satusatunya tempat yang kuketuk ini
rumah bagi setiup ruh suci
qalbu dan juga lahat untuk mati
menunggu pemiliknya membuka diri

persembahanku
senampan hina dan dosa
pasangan cinta agung dan suci
berniat belajar katakata suci dariNYA

Allah Allah Allah


Manado, 1 Juni 2010

elegi jari jari

jarijari lumpuh dibuku-bukunya
tak dialiri darah tak dialiri udara

ada diam yang berpikir resah dan ada letih memendam gelisah
tertampung di sempit dada
tak mendapat kanalkanal bersih
hanya got got mampet kotor

rasa dan baca saja hatiku
dengan ejaan ejaan yang kau pegang
jarijariku telah tiada, lumpuh oleh hari yang patah



Manado, 1 Juni 2010

sajak internet

pake internet
bertemu duet

dalam puisi
saling mengisi

sudah kepepet
jangan digencet

jika aku pergi
kuharap engkau tak sudi



Manado, 30 Mei 2010

kabar cuaca

kabar cuaca tak menentu
haru biru ku tak tahu
aku haru
semoga kau biru
ceritalah padaku


Manado, 30 Mei 2010

rindu malam

tidak seperti siang yang membakar
hanguskan warna
kurindu malam
bintangnya terang
walau dingin dan sepi



Manado, 30 Mei 2010

tak kudapati judul dalam kabut ini

senyumku tertahan dari sungging wajahmu, tak bisa lepas, wajahmu lindap tak utuh seperti dalam foto yang kupandang.

kau tahu,
padahal hatiku gatal sekali ingin memeluk tapi sebentuk angin yang dinginnya seperti ujung runcing jarum menusuk setiap poripori hingga dua lenganku yang tulus bertemu di depan dada hanya menemu kosong dipeluknya.

itulah selalu yang terasa di tiap tiap,
ya di tiap-tiap mendung menyergap kaget sekujur tubuh hingga tak nampak lagi seperti apa aku melainkan hanya kabut, dan sesekali kau lihat tanganku menggapaigapai, mencakar-cakar angin, putus asa.

lalu yang engkau pasti tak tahu,
bilakah itu berakhir dalam kepahitan, adalah belas kasihan pohonpohon yang tersayat kulit batang pohonnya dan layu dedaunnya menitik air melihatku meregang nafas yang megap seperti orang yang tenggelam baru belajar berenang dan bertahan pada nafas satusatunya yang tinggal di tenggorokan rapuh yang seperti ranting kering tua yang tak dipilih capung untuk bertengger karena takut terjatuh, rela memberi jalan bagi mentari mencairkan segala selimut kesumat kabut.

berangsur mentari menembus kabut, bulirbulir air berkaburan sembunyi di sela akar, tak bisa lagi pohonpohon dan mentari menolongku melainkan hanya membiarkan pandangnya yang nanar menuju aku yang terkulai dalam kaki tegap dan hati yang berombak, sementara senyummu pergi bersama kabut dibalik bukit yang biru dan damai penuh hijau, dan rasa gatal yang makin berkarat luruh menyerpih di harihariku sendiri.


Manado, 29 Mei 2010

sihir resi purnama

nanti malam dibagian timur langit
akan ada upacara pembacaan sihir purnama
sedari siang dikabarkan
angin yang bertiup ramah
mentari yang memancar ramah
yang mengantar undangan tepat di depan pintu

cicit burung gembira mengajakku membukanya
"hadirlah di pelataran langit bagian timur"
"resi purnama berkenan menyampaikan sihir yang akan dirapalnya"
"anda diberi kehormatan menyampaikan permintaan"
"shir resi purnama akan melesatkannya di langit tujuh"

kututup lagi undangan itu bersama resah yang berkecamuk
"apa kirakira yang harus aku pinta?"

sore yang sepi memati hari
dalam lamunan kosong
mengikut diriku yang hampa
tak mengerti apa yang harus kuminta

tibatiba angin bersijingkat tanpa permisi
masuk dilorong gelap sebelah mata

berisyarat pada benakku
"mintalah pada resi purnama menjadi cahaya yang menghangatkan hati"


Manado, 28 Mei 2010

meriap

kucari resap
dengan mengendap
tak urung hiruk dan pikuk mendekap
bersibuk oleh harapnya aku di derap
renung dan imaji kian megapmegap
aku hilang dalam lelap
kurindu sajak-sajakku tegap



Manado, 28 Mei 2010

angin dan ilalang, rebah

ilalang setinggi orang
mengacau jejak angin bergoyanggoyang
menyesat dijalan setapak
rebah berkelepak berserak

ilalang dimusim kering
berderik parau lagi nyaring
anginpun bergerak nyaris luput
melenggang luasa di atas rumput

ilalang di gurun sabana
aku berlari keujungnya cakrawala
tangan kubuka lebar mata tak melihat selain luasnya
ini kali aku bermain leluasa di angin angin ilalang rebah


Manado, 27 Mei 2010

tak serima dibanding dirimu

rima lebih cerah dari sore ini
langit biru dan cahaya lembut
tak sebiru selembut rima

bungabunga tuntas berkeramas air hujan
sekarang telah segar dan mengering cerah
tak sewangi rima

semilir sejuk yang berhembus
membasuh peluh siang
tak sesejuk rima

rima mari jalanjalan menikmati sore
agar semua tahu
makna biru,
makna lembut,
makna wangi,
juga sejuk
darimu rima


Manado, 26 Mei 2010

dalam

dalam perbincangan tadi
adakah hati kita saling ngobrol akrab

dalam hidup ini
harusnya perbedaan bisa bersidekat

aku berpantun pada diriku
aku tertegun melihat segala semu


Manado, 25 Mei 2010

bulan, jangan lelah

bulan, bulanku
kau jangan lelah dulu ya
perjalananmu masih cukup panjang
menyusul mentari di ufuk timur

awan tipis bedak wajahmu
awan tebal selimut bagi dingin atmosfir
aku ingin rebah di dadamu yang memantulkan sinar matahari
mengayuh hampa jalan sepi angkasa ke ufuk timur


Manado, 25 Mei 2010

dimanakah bahagia

dimanakah kebahagiaan ?
12 penjuru telah kutanya
12 penjuru kembali bertanya

dimanakah kebahagiaan ?
lalu tuhan pun berbicara rahasia
alam raya luas tak terhingga

kekasih mengajarkan
pahatlah hatimu dengan zikir yang kalimah

di tiap mata zikir beradu hati
serpih serpih ukiran yang tak berdaya luruh didasar dada
berteriak "kami bahagia !"


Manado, 25 Mei 2010

senjakala majapahit

senjakala majapahit bertabur jingga
darah dan emas memerah kuningkan cakrawala
angkara merah keagungan kuning digemuruh jiwa jiwa resah
palagan keagungan dan deru angkara
senjakala majapahit tenggelam dikabut malam
menyongsong ufuk emas yang dirindu terbit dari timur


Manado, 24 Mei 2010

rima

rima engkau telah pergi ?
tidak aku masih disini;
tapi kau tak ada ?
aku ada tapi tak kau jangkau lagi

bagaimana bisa rima ? sedang dunia kita berpijak sama?
tidak ! kita tidak berpijak di tanah yang sama
tidak menghirup udara sama
tidak mencium bau mentari sama
tanahmu adalah agar agar; tidak seperti aku penuh humus dan akar
udaramu kelembak bangkai; bukan paru paru pohon
mentarimu cahaya cahaya plastik; bukan panas yang menghangatkan

enggak rima !
itu hanya permainan kata saja !
engkau sendiri bercerita; tak ada beda agaragar dengan humus dan akar
keterbukaan hati lah yang menjadi mata bagi kita melihat
dan mataku masih tak mampu menantang milayaran silau matahari; tak mampu!

ah! sudahlah tak guna bicara denganmu
tidak rima justru kita harus bicara;
karena tuhan mencipta alam ini tidak dengan berdiam dan sembunyi
dia menampakkan diri dalam kalam; dalam alam kita


Manado, 21 Mei 2010

kugenggam bulan tak kulepas #3

kugenggam bulan tak kulepas
karena bintang beralih sembunyi jejak
bulan tak bersinar lagi tanpa ada bintang
di angkasa hal demikian tak biasa
di bumi hal demikian petaka
di angkasa aku bergantung
di bumi aku berpijak
dalam kelam tak bercahaya


Manado, 21 Mei 2010

kugenggam bulan tak kulepas #2

kugenggam bulan tak kulepas
menantang kilat siang hari
bulanku luruh bertiup angin di pasir
menggunung menimbun tubuh
menjadi lumpur yang mengendap oleh air mata


Manado, 20 Mei 2010

geram

dada ini gemeretak menggeram
meremas udaraudara yang mendidih meletupletup penasaran
sudah habiskah kata kata darimu yang selalu santun dalam ujar
sudah mengeringkah bijakbijak kehidupan
sudah hilangkah semua? bahkan isyarat tak juga lagi kau punya
dada ini menuntut jawab namun hancur dibentur tembokmu yang diam dalam timbunan rahasia
kuhentak saja udara amarah agar terkeluar , hah !!!



Manado, 20 Mei 2010

gamelan kepergian

derit kawat rebab menyayat penuh harmonis,
kayukayu bertalu perunggu kayukayu menabuh dengan merdu penuh anggun
bergema mendayu dayu hingga ke hati
mencipta lirih yang mengigil merasakan sukma sepahit empedu

ini tidak seperti biasanya
aku selalu hanyut arus ketenangan dalam denting denting bilah di atas rancakan
bunyi gamelan mampu membangun tembok kedap kebisingan dari sampah hiruk pikuk
ini tidak seperti biasanya, mungkin jiwa ini perlu beradaptasi lagi

alok alok wiraswara yang rampak dalam seruan: hak'e !
mematuh tamparan direntangan kulit yang diikat pada kedua ujung lobang kayu gelondong iringanpun jeda
akupun semelah dan jeda, ternyata tamparan sederhana pada kendang sanggup menggiring alunan
emosi masih tertahan berlanjut hingga gong penutup

satu bait ldr. sri rejeki tuntas kusimak
semakin liat saja gelegak emosiku tak mampu menemu kebersihan hati dan pikiran sehat
tentang kepergian tanpa jejak penjelasan
tidak seperti gending yang semeleh kepergiannya adalah kilatan petir yang menyambar



Manado, 19 Mei 2010

kugenggam bulan tak kulepas #1

memicingkan mata tepat di kulingkarkan ibu jari dan telunjukku, sempurna terang di dua jari
kugenggam bulan tak kulepas, malam kuisi dengan hangatnya
kujala angin dari susuh rimbunan gelap
meriap kala mengguyur tepat di ubun ubun resah, halau peluh segala kerinduan

dimanakah bidadari yang biasa membuka kalangan dari keheningan malam, lalu menari dan mendongeng betapa ramahnya alam dan tuhan
kupicingkan mata tepat di luasnya jagat tak menemunya diantara bintang
kuerat genggam rembulan jadikan suluh aku berkelana mencari


Manado, 18 Mei 2010

ada kenang

aspal yang mengelupas kerikilnya terburai
rumput rumput tajam, liar mengisi sela selanya
terpana menatap pandanganku yang selalu menunduk di perjalanan tadi
tak bergeming orang orang bergunjing

sesampai di kursi kerja ada kenang yang mengikatku
lamunan berlanjut di dalam dada tak beranjak
wajah yang membasahi aspal diarsir gerimis
juga satpam yang menegur di pinggir gerbang


Manado, 18 Mei 2010

tangis bayi tergadai

merayap di dinding putih angkuh tembok rumah sakit
tangis bayi bergema gaungnya memantul kembali tak bisa keluar
iradat tuhan telah dirampas manusia
hak suci bayi bertemu orang tua tergadai oleh uang
tuhan tak mampu membayarnya
tuhan tak mampu membelinya

kalian orang orang miskin dilarang melahirkan
sumbatlah perankanmu dan kau bebas memadu hasrat
iradat tuhan tak bisa melaluimu
hanya membuat malu tuhan pada rumah sakit
karena hak atas anak bukan lagi padaNYA bukan lagi padamu


Manado, 18 Mei 2010

aku kecil debu tak nampak

membaca tulisanmu doa dari hati ridho akan keridhoan
bait keikhlasan
larik kepasrahan
siratkan misteri kedalaman hati

airmata ini gagah meresapi
jiwa gelisah dikepak kelangit kucari jawaban tuhan
aku kecil debu tak nampak

Manado, 17 Mei 2010

cinta ini adalah mimpi

cinta ini adalah mimpi, maka terhadapmu adalah harapan
lama sudah kau nasehatkan padaku sari sari kebaikan
hingga kilau tajam pisau kenyataan mengiris pedih mimpi mimpi
lalu kepada siapa harus bercerita mimpiku jika tidur tak memimpi kamu lagi
setelah siang itu pintaku tak sanggup menahanmu pergi
di padang gersang puisiku berkelana mencarimu
tersesat dalam labirin ilalang yang pucat membisu



Manado, 16 Mei 2010

di pantai

desir desir pasir yang putih permadani cakrawala menyambut kehadiranku,
bunyi air terisap dari debur yang dihantar ombak: lagu selamat datang

tercenung aku sendiri mengingat ceritamu yang menyuka pantai
tentang kakimu yang putih menjadi lebih kemilau berbasuh air, lalu seakan ombak yang menyurut kelautan mengajakmu turut untuk serta, dan angin laut dikipaskan kewajahmu dari juntai juntai nyiur menghijau

memandang jauh mataku mememantulkan biru yang makin menua, ditiang perahu nelayan rinduku berkibar diterpa angin haluan, tercapar terik mentari

disini aku mencarimu namun hanya jejak jejak kaki yang tak kekal tersapu ombak kudapati
segeralah datang aku tak rela rinduku melegam terbakar siang

bintang baru

datanglah mendekat cantik
bersandarlah di dadaku yang sedang membara
karena pesonamu telah menghangatkan hati
tanganku akan segera mendekapmu dan seketika bulu halusnya berdiri ketika bersentuh tubuhmu yang dingin

kita lalu diam sejenak
kepalamu rebah di dada kiriku hingga kerudungmu sebagian tersisa dipundakku
sejenak bergeser sedikit ke kanan hingga telingamu tepat dimana degap jantungku berasal
seakan engkau hendak bermukim di situ

langit biru bersih malam hari semburat bintang taburan memenuhnya
ekor ekor cahaya yang berlarian mengibas menguaskan warna warna di kanvas langit
kelambu gantung peraduan kita

aku berbisik ditelingamu yang seperti sketsa dibalik tirai
tentang bintang yang baru lahir di langit itu
sinarnya berjuang menguat silau diantara jutaan kerlip
pandanganmu mengikut telunjukku yang mengarah
senyummu tipis kau gariskan lembut
bibirmu merekah segar seranum pipimu yang merona
matamu berkilau bahagia
lengan lenganku makin akrab dengan tubuhmu yang pasrah
hingga mengeratkan pelukanku
wajahku menunduk menikmati bintang dipelukan


Manado, 15 Mei 2010

ajaib

kutunggu senyummu esok
bersama mentari yang menjilat hangat

dan gerah yang mengairi tubuh semalam
dapat disegarkan nyanyi cicit burung
serta rimbunan nafas pohon disepanjang jalanku

kehangatan hatimu
sanggup membangun dunia imaji
hanya dari khayalku saja
ajaib !


Manado, 14 Mei 2010

YA !!

ya

berbekal maaf
aku mencintanya


Manado, 14 Mei 2010

di sebuah areal parkir

di tembok yang belum jadi, tanganku memegang tak berdaya besi besi tulangannya
punggung bersandar pada angin kaki menapak gemeletakan batu berserak
berpayung pohon bambu disinari cahaya bintang dan temaram bulan
jiwaku berkelana dalam nada nada suara, setelah kelelahannya, setelah ketidakhadirannya, dua minggu yang hilang.
kami bercerita tentang sebuah dekapan dalam mimpi
gurau tawa menghangatkan realita sebuah malam
yang dingin dan berbising mesin kendaraan


14 Mei 2010

kelebat wajah

kelebat rona muka
dari tiap kedip mata

ingatan telinga
menusuk sukma

tak menjumpa wajah di langit mendung
senyapnya hati resah terkungkung

rinduku hanya mampu terdiam
digigil hujan jeritnya kelam


Manado, 13 Mei 2010

semoga saja

semoga saja seperti alam raya ini
yang terus berputar dan berganti
kau tetaplah bulan kala malam
dan mentari kala pagi
aku adalah bumi yang menerima keduanya


Manado, 12 Mei 2010

jika saja

jika saja bisa aku pahat angin menjadi suara
tentu tidak lagi aku menyesatkan diri dalam tanya
mencari suaramu diantara belantara
yang tanpa sengaja tercipta kala itu
ketika sapa bersua


Manado, 12 Mei 2010

kutuk

kutuk cinta
bersupata disaksikan alam yang masih purba
berkelana di buana manusia
dengan hati bersih dia menjadi jiwa

kutuk nafsu
bersupata disaksikan kegelapan dari mula
berkelana pada jagat jiwa manusia
dengan hati bersih dia menjadi warna


Manado, 12 Mei 2010

serigala

serigala bermata merah
lidahnya menjulur liurnya meretas
runcing taringnya berkilau menari irama perang dikilau bulan
tubuhnya diam dan makin awas mengintip segala ingsut
bergetar dengusnya mewaspadakan seluruh indera
dingin dari runcing angin yang menusuk
menyudutkannya pada lapar
kaki kakinya semakin bergetar
badannya meliuk sedikit mengikut gelombang haus
dia mengintai pada hati manusia
yang gersang dan bertabur bangkai


Manado, 12 Mei 2010

hujan malam ini #3

hujan malam ini
mataku yang nanar dan pedih
hatiku memohon awan yang menggelisahkan
suntingkan bunga anggrek liar di lereng gunung
dan sematkan di dalam dadaku
dan sematkan di dalam dadanya
tinggalkan kami dalam sunyi
biar kami merangkai berdua saja


Manado, 10 Mei 2010

hujan malam ini #2

hujan malam ini
punah gelisah aku menunggu
segala cerita telah kulumat dalam dada
dia disana menjaga amanah
aku sungguh menjaga cintanya


Manado, 10 Mei 2010

hujan malam ini

hujan malam ini
telah membangun tembok penghalang angin
mungkin harus berkuyup tubuh
hanya untuk merasakan kesegaran

kasihku dimana pintu aku harus keluar
jika lubang angin sedikitpun tak kau tinggalkan
satu pak rokok sebuah korek api
dengan tulus mencipta kabut pesona


Manado, 10 Mei 2010

melati itu beterbangan

hujan di malam ini
bermula dari sungai berliku lalu bermuara di laut
sari sari dari tanah dibawanya
semua basah dan kuyup

percik percik air dari daun ke tanah
menandai hitungan dalam waktu
ada yang menjelma ada yang menjelma
melati itu berterbangan menjadi kupu kupu putih


Manado, 10 Mei 2010

adalah sendirimu

adalah sendirimu dalam ramai yang melayang dan selalu mengambang di udara
kabut makin pekat menutup jalan setapak menujumu
dari daun daun dan ranting basah yang menyimpan bayangbayangmu
aku bertanya kemana engkau
datanglah kembali menembus kabut karena hangatmu yang sanggup
kita bertemu disini saja
lalu rebah dan biarkan rumput rumput yang menjadi saksi


Manado, 10 Mei 2010

dalam diam

dalam diam
ada pelangi dari mozaik air muka yang senantiasa membayang di mata
ada sinar mata yang cahayanya menusuk jutaan poripori tubuhku menegakkan bulubulunya
ada senyum yang sedikit sunggingnya sungguh, sanggup menghentikan waktu
ada gerak yang walau diam selalu menari nari di panggung bercahaya
ada suara yang lamat lamat mengunyah renyah telinga

dalam diam
ada ragu lalu membiru membilu tak lalu menjadi sedu
ada acuh yang sanggup membunuh
ada canda yang tak kumengerti apa yang membuatnya tertawa
ada jarak yang berbilang langit dengan bumi

dalam diam
dia bertahan
hingga waktu bersaksi
bahwa diam tak selalu emas


Manado, 8 Mei 2010

pada bayang antara 1993 – 1994

dan getar tiba tiba terkirim diantara riuh hari kala itu
desir desir kuat menjadi degapnya jantung
kala masa itu purba
adalah persinggahan singkat
meninggalkan hidangan kue di meja
tergigit sedikit ujungnya lalu kembali memenuh piring
hingga lalat lalat membersih habiskan semua yang di hati

purba perburuan jati diri
onak duri disambut tawa
kegagalan menjadi lelucon yang menghibur
menangkap isyarat salah menjadi suluh penunjuk keyakinan

butakah kala itu kedua kelopak mata ini
bahkan mata yang hitam sanggup mengkilapkan cahaya
berhasil menyilaukan diantara teman cengkeramaku
butakah kala itu
tidak!

pada bayang bayang antara 1993 - 1994
seperti bayang bayang yang lain selalu menjauh sumber cahaya
jika kita makin mendekat kini
hingga getar itu tenggelam memfosil dalam gelapnya pusat bayang bayang

seorang ibu muda mendapatinya dalam tempat kaca
dimana seluruh sejarah dipamerkan di tempat itu


Manado, 6 Mei 2010

AH

ah .. otakku pekat jelaga
kutanya hati di halau tabu

ah .. ayolah aku
ayun aku jauh ke kesadaran

bermain nafsu
hati lindap

ah .. tuhan maha cinta
kenapa kau cipta nafsu

bait-baitmu mana harus kurujuk
jika engkau tak mengalami
tapi membuatnya terjadi

ah ..ayolah aku
ayun aku jauh ke kesadaran
tanpa harus membelah angin yang tenang


Manado, 6 Mei 2010

tak kulihat bianglala

mendung itu tidak menggumpal dan segelap badai mengganas
cukup membuat semua yang ada dalam dada menjadi abu abu
udara panas dari laut yang mendidih lalu menghembusnya
deras kesedihan merenangi cukup lama
di dalam ruang kuhibur diri bersama lampu lampu bercahya
membantu mengeja mata karena sudah banjir air yang asin
mengembang dipelupuk mata bermuara di ujung mulut
matahari berilah aku kabar baik karena tak kulihat bianglala dari hujan ini


Manado, 5 Mei 2010

cicak

ada suara cicak di ruang tengah yang TV dan lampunya sudah dimatikan
ada suara jangkrik dibatas tembok dengan tanah diluar dekat kamar
sepinya menggigit
yang tidak ada hanya sapa

mata ini sudah tak mampu lagi untuk segar
suara cicak dan jangkrik makin mengajak berteka teki
meresapi bisikan bisikannya yang bukan saja tak terdengar
tapi juga tak kumengerti

konon mereka mengetahui yang terbersit di hati
tentang harapku 2 malam terakhir
dan kutegaskan lagi tadi pagi
agar segera terkabul

tapi suara cicak dan jangkrik
hanya nada nada yang tak kumengerti
makin mendekatkan jarak dengan sepi
dihalaman belakang sebelah rumah ayam jantan bertalu menabuh genderang tengah malahm
menarik jauh kedalam sepi yang makin larut
harap dan kabar kubawa terpejam
doaku tidak pernah tidur


Manado, 4 Mei 2010

berharap

aku disini
keringat menyusuri dahi dan leher
gelisahku jauh disana
berharap tidak ada selain kebaikan


Manado, 4 Mei 2010

lulus

lulus....!
pekik seorang pelajar
membaca kata yang tercetak dengan huruf besar
di selembar kertas yang hampir hampir robek
karena basah oleh tangannya yang membanjir keringat

dan akhirnya memang sudah suratan bahwa kertas itu sobek
berpendar serpih serpih yang melayang dan sesekali
memantulkan cahaya mentari
menjadi seperti lampu cermin di diskotik

tuntaslah sudah segala resahnya
yang seakan telah menelan hidupnya
beberapa bulan terakhir
sebuah garis bahwa dia harus bersanding dengan anggota siskamling
memeriksa setiap gang dan lorong lorong dari bukunya

di pinggiran desa
temannya satu bangku
melempar tali yang dicuri dari leher sapi yang diikat
di dahan terkuat yang sudah dia pahami
di ikatnya satu ujung pada dahan lain untuk penahan
dia berdiri gagah di dahan tadi
dosa dosanya pada orang tua seakan tak terampuni lagi
nama baik keluarga terjerembab di kubangan septic tank
dia sudah TEKAD harus menebusnya dan BERTANGGUNG JAWAB

pendar pendar serpih robekan kertas
melayang layang tak memantulkan mentari
seekor kambing menyaksikan sambil sesekali
menjilat kaki yang terjuntai
.....

aku marah sekali melihat berita TV seperti itu
langsung saja ku pindahkan channel
dan tidur membiru dendam


Manado, 4 Mei 2010

apa yang dirasanya?

rupanya riang sedang mengguyur tubuhmu
dan engkau berterima kasih kepada air air yang menetes
dari embun embun nafas kala senyum dan kala ramah
yang menfilm di benakmu dan sesuka hati lakon apa akan dipilih imaji
hingga.. tidak seketika itu pula, lalu
menjelma bunga bunga
menjelma kekasihmu
menjelma adegan engkau berlarian dengan kekasih di taman yang hanya ada 2 orang disitu
hingga menyalakan api yang sulur sulurnya sedikit redup di dadamu
katakanlah akan kemana engkau mau
sedangkan kaki dan tanganmu terikat


Manado, 4 Mei 2010

Tuhan, Sekarang !

Tuhan ...
Tuhan ...
Tuhan ...
Tuhanku
dari segala pintaku
kabulkan satu saja dahulu sekarang
ya sekarang
bukan besok atau lusa atau kapan menurut Engkau baik
tapi sekarang
aku minta .. angkat dan kirim segala sakit penyakit
yang sekedar singgah di sekitar ku
di orang-orang yang dekat denganku
dan orang orang terdekat dari orang orang terdekatku semua
dan mereka yang fakir dan mereka yang kesusahan
ke tempat tempat yang kami manusia bahkan
belum pernah mendengar nama atau melihatnya
.....
bukan karena anti dengan sakitmu
sungguh salah tuhan
tapi dengan hati bersih dan ikhlas
segala sakit adalah ujian penghambaan
....
ujian itu telah membekas
bagi penghayatan ke adi kuasaan diriMU
dan kekerdilan selain diriMU
....
Tuhan Engkau pasti sedang tidak tidur
dengan penuh Iman aku yakin
engkau mendengar hati yang berdoa
dan aksara aksara yang mengalir
dengan iman dan yakin pula
engkau langsung kabulkan
karena engkau TUHAN

Manado, 3 Mei 2010

datanglah

datanglah terus seperti ini
tamu hati dan pikiranku
hingga lelah menjadi batas
aku masih haus menulis
kertas putih dan tinta hitam
bagai pelangi warna warni abadi


Manado, 3 Mei 2010

sejak peristiwa itu

sejak peristiwa itu
malam malam seperti menjauhiku
hanya menyisakan kantuk yang sangat
ruang gelap, meja, kursi dan dipan
sungguh menunjukkan kesejatian kebendaannya
mereka tidak lagi berkomunikasi denganku
bahkan cahaya monitor tidak sepelangi dulu

sejak peristiwa itu
1 juta kata dalam kamus
hanya huruf huruf mati tak berarti
tanda baca dan jeda ucapan menjadi antah
bulu bulu dan rambutnya berdiri
telinganya dipekakkan oleh suara halilintar
yang hampir hampir langit pecah walau sempat retak
itulah saat huruf huruf pun membatu

sejak peristiwa itu pula
seakan cahaya berdiam disitu
biasanya dia merambat ke mata
lalu bermukin sejenak di benakku
sebelum bertamu di hati
hingga kegaiban merubahnya menjadi cair
menjadi tinta untuk ditorehkan

lalu sekumpulan sepi bercengkerama
mereka bercanda riang
jika saja tidak kuhardiknya
hingga meminta maaf,
"baiklah" (demikian aku memaafkan mereka)
namun sepi makin diam disitu
menyesali hadirnya
terikat terus disitu oleh kutukku
kini menunggu cintaku membakar tali tali pengikat
agar segera pergi menjauh


Manado, 3 Mei 2010

berebut ikan

burung burung bangau menggaris putih di langit di laut biru
riuhnya suara mengabarkan hari cerah pada nelayan
mereka berebutan ikan
bangau bangau berkendara angin, nelayan didayung angin

jaring-jaring telah diperiksa
jangan ada putus dan kendor sulaman
ditengah laut gelepar gelepar ikan dalam jaring
tak kalah ramai dengan binar mata nelayan dan senyum bahagia bangau bangau


Manado, 3 Mei 2010

bising

bising genset seakan kekal menggaung di sekiling ruang
entah mengapa padahal genset itu cukup jauh dan memiliki gedungnya sendiri
ruangku ini juga tidak berada dalam gua
justru langit luas menaungi

dimanakah sesungguhnya gema itu bersembunyi
benakku terus menerus didera tanya
mengapa kejadiannya sama seperti rindu ini
selalu menggema dalam dada


Manado, 3 Mei 2010