Jumat, 03 Juni 2011

sajakku musik rock

sajakku musik rock
berteriak lepas nan elok

yeaaahhhhhhh
buncah pecah memecah
debar mengibas bebas lepas

getaskan halang
terobos bimbang

yeaaahhhhhhh
buncah pecah memecah
debar mengibas bebas lepas

ini lantang suara
ingin lantang bicara

dengar dengarlah menembus cadasnya
simak simaklah nyanyi hati lembutnya

sajakku musik rock
dengarlah dengan hatimu yang elok


Manado, 6 Juni 2010

kucari arti

kecuplah tepat di kelopak dua mata ini
agar pejamku sempurna
kuhayati kegelapan

hembuskan saja nafas di dua telinga
agar tuli dalam sunyi
kuhayati senandung hening

tapi jangan kau ambil hati ini
karena disitu aku mencari arti
karena disitu ku cari arti
kegelapan dan hening dirimu
malam ini


Manado, 4 Juni 2010

segenap juta dekap

segenap juta dekap
lenganlengan kehampaan
entahlah ini terasa nyata memelukku
tubuhku mengerut mengikut rengkuhnya
menyesak dada membius nikmat
otototot lemas dan bulubulu berdiri
poripori juga semakin peka
tak sempat berpikir apa melainkan pasrah
hanya kegalauan yang menggeliat
bertarung dengan kenyataan hampa


Manado, 3 Juni 2010

dicumbu gerimis

gerimis mencium kulitku satupersatu
bersama mendung mengantung dibuailah bayang
membuat mata makin berat dipelupuk
entah mengapa mimpiku dimobil tadi
memelukmu hangat bahkan erat
oh nikmat yang lekat lebih dari sangat
mengasingkan aku dari gemuruh hujan yang deras


Manado, 3 Juni 2010

tilam kelelahan

kupilin tilam dari kelelahan
penatnya jadikan sprei
otototot bergelepak rebah
mata merapat ronarona dari sebuah pejaman berkelap-kelip
disitu aku antar untuk kemudian tidur


Manado, 3 Juni 2010

dari senja yang mengelam menuju malam

senja makin samar,
gelap makin tegas,
kerinduan makin kelam,
hati makin mendendam

kelapakelapa itu tak lagi menarinari,
terpekur disunyi ladang,
sepi dikipaskan begitu semilir,
rindu makin menggigil.

mataku melukis kelapakelapa yang makin hilang dalam gelap
juntaijuntai tak berdaya melemas diayunan tanganku
suara binatang malam makin membisingkan
ya gelap telah berkuasa

kulihat, kulihat lagi ya lindap hatiku
meringkuk duduk termenung menunduk wajah
berpeluk dekap kaki sendiri
wajah makin menyembunyi muka

kini mataku melukis gelap dari yang lebih gelap
hitam mengental palung hati
dimana rindu karam
dari senja yang mengelam menuju malam


Manado, 2 Juni 2010

aku telah habis

malam pecah sudah
meniti tangga bintang satusatu
diangkasa berguling hingga mars
terantuk meteor sana sini
belum juga sampai matahari
tubuhku musnah tak ada lagi yang mengikat jiwa hingga melesat kemana
jika kau baca puisi ini
aku telah habis


Manado, 2 Juni 2010

selendang biru

kutawarkan selendang padamu
engkau bertanya "beranikah dirimu"
selendang biruku berhenti di dua tanganku yang menadah
belum sempat melempang di lehernya yang putih

ku jawab "tentu"
tanganku bergerak lagi seakan merangkul
senyumnya menahan menyuruhku berhenti dengan sedikit sekali gelengan
kali ini tanganku dipegangnya, ah hampir

"duduklah" pintanya
sejengkal lututnya menjauh dariku
"jangan kamu terlalu baik, jangan, ini bukan tarianmu, pandanglah mataku keduanya tepat, kau pasti mengiyakan pendapatku"
tanganku meremas selendang biru, "aku hanya ingin mengalungkan selendang ini, ambillah, menarilah dengannya, ini memang bukan tarianku"


Manado, 1 Juni 2010

menggalah cahaya bintang

ijinkan malam ini kugalah cahaya bintang
biarkan nyalanya menyusuri galah
tak lama juga tangantangan ini terbakar
hangus legam galah lepas genggam

memang bukan untuk kutangkap nyala itu
karena tak sanggup tak juga sesiapa
tapi galahku menjadi jalan dan tanganku menjadi kunci
agar cahaya itu beredar dibumi memakai kerudung cinta

setiap insan yang bercinta, wahai
dia akan berbinar disetiap mata



Manado, 1 Juni 2010

gelandangan pintu hati

aku adalah gelandangan
penuh kudis dosa dan baju camping
pengemis yang mengetuk di pintu hati
bukan untuk harap sedekah

satusatunya tempat yang kuketuk ini
rumah bagi setiup ruh suci
qalbu dan juga lahat untuk mati
menunggu pemiliknya membuka diri

persembahanku
senampan hina dan dosa
pasangan cinta agung dan suci
berniat belajar katakata suci dariNYA

Allah Allah Allah


Manado, 1 Juni 2010

elegi jari jari

jarijari lumpuh dibuku-bukunya
tak dialiri darah tak dialiri udara

ada diam yang berpikir resah dan ada letih memendam gelisah
tertampung di sempit dada
tak mendapat kanalkanal bersih
hanya got got mampet kotor

rasa dan baca saja hatiku
dengan ejaan ejaan yang kau pegang
jarijariku telah tiada, lumpuh oleh hari yang patah



Manado, 1 Juni 2010

sajak internet

pake internet
bertemu duet

dalam puisi
saling mengisi

sudah kepepet
jangan digencet

jika aku pergi
kuharap engkau tak sudi



Manado, 30 Mei 2010

kabar cuaca

kabar cuaca tak menentu
haru biru ku tak tahu
aku haru
semoga kau biru
ceritalah padaku


Manado, 30 Mei 2010

rindu malam

tidak seperti siang yang membakar
hanguskan warna
kurindu malam
bintangnya terang
walau dingin dan sepi



Manado, 30 Mei 2010

tak kudapati judul dalam kabut ini

senyumku tertahan dari sungging wajahmu, tak bisa lepas, wajahmu lindap tak utuh seperti dalam foto yang kupandang.

kau tahu,
padahal hatiku gatal sekali ingin memeluk tapi sebentuk angin yang dinginnya seperti ujung runcing jarum menusuk setiap poripori hingga dua lenganku yang tulus bertemu di depan dada hanya menemu kosong dipeluknya.

itulah selalu yang terasa di tiap tiap,
ya di tiap-tiap mendung menyergap kaget sekujur tubuh hingga tak nampak lagi seperti apa aku melainkan hanya kabut, dan sesekali kau lihat tanganku menggapaigapai, mencakar-cakar angin, putus asa.

lalu yang engkau pasti tak tahu,
bilakah itu berakhir dalam kepahitan, adalah belas kasihan pohonpohon yang tersayat kulit batang pohonnya dan layu dedaunnya menitik air melihatku meregang nafas yang megap seperti orang yang tenggelam baru belajar berenang dan bertahan pada nafas satusatunya yang tinggal di tenggorokan rapuh yang seperti ranting kering tua yang tak dipilih capung untuk bertengger karena takut terjatuh, rela memberi jalan bagi mentari mencairkan segala selimut kesumat kabut.

berangsur mentari menembus kabut, bulirbulir air berkaburan sembunyi di sela akar, tak bisa lagi pohonpohon dan mentari menolongku melainkan hanya membiarkan pandangnya yang nanar menuju aku yang terkulai dalam kaki tegap dan hati yang berombak, sementara senyummu pergi bersama kabut dibalik bukit yang biru dan damai penuh hijau, dan rasa gatal yang makin berkarat luruh menyerpih di harihariku sendiri.


Manado, 29 Mei 2010

sihir resi purnama

nanti malam dibagian timur langit
akan ada upacara pembacaan sihir purnama
sedari siang dikabarkan
angin yang bertiup ramah
mentari yang memancar ramah
yang mengantar undangan tepat di depan pintu

cicit burung gembira mengajakku membukanya
"hadirlah di pelataran langit bagian timur"
"resi purnama berkenan menyampaikan sihir yang akan dirapalnya"
"anda diberi kehormatan menyampaikan permintaan"
"shir resi purnama akan melesatkannya di langit tujuh"

kututup lagi undangan itu bersama resah yang berkecamuk
"apa kirakira yang harus aku pinta?"

sore yang sepi memati hari
dalam lamunan kosong
mengikut diriku yang hampa
tak mengerti apa yang harus kuminta

tibatiba angin bersijingkat tanpa permisi
masuk dilorong gelap sebelah mata

berisyarat pada benakku
"mintalah pada resi purnama menjadi cahaya yang menghangatkan hati"


Manado, 28 Mei 2010

meriap

kucari resap
dengan mengendap
tak urung hiruk dan pikuk mendekap
bersibuk oleh harapnya aku di derap
renung dan imaji kian megapmegap
aku hilang dalam lelap
kurindu sajak-sajakku tegap



Manado, 28 Mei 2010

angin dan ilalang, rebah

ilalang setinggi orang
mengacau jejak angin bergoyanggoyang
menyesat dijalan setapak
rebah berkelepak berserak

ilalang dimusim kering
berderik parau lagi nyaring
anginpun bergerak nyaris luput
melenggang luasa di atas rumput

ilalang di gurun sabana
aku berlari keujungnya cakrawala
tangan kubuka lebar mata tak melihat selain luasnya
ini kali aku bermain leluasa di angin angin ilalang rebah


Manado, 27 Mei 2010

tak serima dibanding dirimu

rima lebih cerah dari sore ini
langit biru dan cahaya lembut
tak sebiru selembut rima

bungabunga tuntas berkeramas air hujan
sekarang telah segar dan mengering cerah
tak sewangi rima

semilir sejuk yang berhembus
membasuh peluh siang
tak sesejuk rima

rima mari jalanjalan menikmati sore
agar semua tahu
makna biru,
makna lembut,
makna wangi,
juga sejuk
darimu rima


Manado, 26 Mei 2010

dalam

dalam perbincangan tadi
adakah hati kita saling ngobrol akrab

dalam hidup ini
harusnya perbedaan bisa bersidekat

aku berpantun pada diriku
aku tertegun melihat segala semu


Manado, 25 Mei 2010

bulan, jangan lelah

bulan, bulanku
kau jangan lelah dulu ya
perjalananmu masih cukup panjang
menyusul mentari di ufuk timur

awan tipis bedak wajahmu
awan tebal selimut bagi dingin atmosfir
aku ingin rebah di dadamu yang memantulkan sinar matahari
mengayuh hampa jalan sepi angkasa ke ufuk timur


Manado, 25 Mei 2010

dimanakah bahagia

dimanakah kebahagiaan ?
12 penjuru telah kutanya
12 penjuru kembali bertanya

dimanakah kebahagiaan ?
lalu tuhan pun berbicara rahasia
alam raya luas tak terhingga

kekasih mengajarkan
pahatlah hatimu dengan zikir yang kalimah

di tiap mata zikir beradu hati
serpih serpih ukiran yang tak berdaya luruh didasar dada
berteriak "kami bahagia !"


Manado, 25 Mei 2010

senjakala majapahit

senjakala majapahit bertabur jingga
darah dan emas memerah kuningkan cakrawala
angkara merah keagungan kuning digemuruh jiwa jiwa resah
palagan keagungan dan deru angkara
senjakala majapahit tenggelam dikabut malam
menyongsong ufuk emas yang dirindu terbit dari timur


Manado, 24 Mei 2010

rima

rima engkau telah pergi ?
tidak aku masih disini;
tapi kau tak ada ?
aku ada tapi tak kau jangkau lagi

bagaimana bisa rima ? sedang dunia kita berpijak sama?
tidak ! kita tidak berpijak di tanah yang sama
tidak menghirup udara sama
tidak mencium bau mentari sama
tanahmu adalah agar agar; tidak seperti aku penuh humus dan akar
udaramu kelembak bangkai; bukan paru paru pohon
mentarimu cahaya cahaya plastik; bukan panas yang menghangatkan

enggak rima !
itu hanya permainan kata saja !
engkau sendiri bercerita; tak ada beda agaragar dengan humus dan akar
keterbukaan hati lah yang menjadi mata bagi kita melihat
dan mataku masih tak mampu menantang milayaran silau matahari; tak mampu!

ah! sudahlah tak guna bicara denganmu
tidak rima justru kita harus bicara;
karena tuhan mencipta alam ini tidak dengan berdiam dan sembunyi
dia menampakkan diri dalam kalam; dalam alam kita


Manado, 21 Mei 2010

kugenggam bulan tak kulepas #3

kugenggam bulan tak kulepas
karena bintang beralih sembunyi jejak
bulan tak bersinar lagi tanpa ada bintang
di angkasa hal demikian tak biasa
di bumi hal demikian petaka
di angkasa aku bergantung
di bumi aku berpijak
dalam kelam tak bercahaya


Manado, 21 Mei 2010

kugenggam bulan tak kulepas #2

kugenggam bulan tak kulepas
menantang kilat siang hari
bulanku luruh bertiup angin di pasir
menggunung menimbun tubuh
menjadi lumpur yang mengendap oleh air mata


Manado, 20 Mei 2010

geram

dada ini gemeretak menggeram
meremas udaraudara yang mendidih meletupletup penasaran
sudah habiskah kata kata darimu yang selalu santun dalam ujar
sudah mengeringkah bijakbijak kehidupan
sudah hilangkah semua? bahkan isyarat tak juga lagi kau punya
dada ini menuntut jawab namun hancur dibentur tembokmu yang diam dalam timbunan rahasia
kuhentak saja udara amarah agar terkeluar , hah !!!



Manado, 20 Mei 2010

gamelan kepergian

derit kawat rebab menyayat penuh harmonis,
kayukayu bertalu perunggu kayukayu menabuh dengan merdu penuh anggun
bergema mendayu dayu hingga ke hati
mencipta lirih yang mengigil merasakan sukma sepahit empedu

ini tidak seperti biasanya
aku selalu hanyut arus ketenangan dalam denting denting bilah di atas rancakan
bunyi gamelan mampu membangun tembok kedap kebisingan dari sampah hiruk pikuk
ini tidak seperti biasanya, mungkin jiwa ini perlu beradaptasi lagi

alok alok wiraswara yang rampak dalam seruan: hak'e !
mematuh tamparan direntangan kulit yang diikat pada kedua ujung lobang kayu gelondong iringanpun jeda
akupun semelah dan jeda, ternyata tamparan sederhana pada kendang sanggup menggiring alunan
emosi masih tertahan berlanjut hingga gong penutup

satu bait ldr. sri rejeki tuntas kusimak
semakin liat saja gelegak emosiku tak mampu menemu kebersihan hati dan pikiran sehat
tentang kepergian tanpa jejak penjelasan
tidak seperti gending yang semeleh kepergiannya adalah kilatan petir yang menyambar



Manado, 19 Mei 2010

kugenggam bulan tak kulepas #1

memicingkan mata tepat di kulingkarkan ibu jari dan telunjukku, sempurna terang di dua jari
kugenggam bulan tak kulepas, malam kuisi dengan hangatnya
kujala angin dari susuh rimbunan gelap
meriap kala mengguyur tepat di ubun ubun resah, halau peluh segala kerinduan

dimanakah bidadari yang biasa membuka kalangan dari keheningan malam, lalu menari dan mendongeng betapa ramahnya alam dan tuhan
kupicingkan mata tepat di luasnya jagat tak menemunya diantara bintang
kuerat genggam rembulan jadikan suluh aku berkelana mencari


Manado, 18 Mei 2010

ada kenang

aspal yang mengelupas kerikilnya terburai
rumput rumput tajam, liar mengisi sela selanya
terpana menatap pandanganku yang selalu menunduk di perjalanan tadi
tak bergeming orang orang bergunjing

sesampai di kursi kerja ada kenang yang mengikatku
lamunan berlanjut di dalam dada tak beranjak
wajah yang membasahi aspal diarsir gerimis
juga satpam yang menegur di pinggir gerbang


Manado, 18 Mei 2010

tangis bayi tergadai

merayap di dinding putih angkuh tembok rumah sakit
tangis bayi bergema gaungnya memantul kembali tak bisa keluar
iradat tuhan telah dirampas manusia
hak suci bayi bertemu orang tua tergadai oleh uang
tuhan tak mampu membayarnya
tuhan tak mampu membelinya

kalian orang orang miskin dilarang melahirkan
sumbatlah perankanmu dan kau bebas memadu hasrat
iradat tuhan tak bisa melaluimu
hanya membuat malu tuhan pada rumah sakit
karena hak atas anak bukan lagi padaNYA bukan lagi padamu


Manado, 18 Mei 2010

aku kecil debu tak nampak

membaca tulisanmu doa dari hati ridho akan keridhoan
bait keikhlasan
larik kepasrahan
siratkan misteri kedalaman hati

airmata ini gagah meresapi
jiwa gelisah dikepak kelangit kucari jawaban tuhan
aku kecil debu tak nampak

Manado, 17 Mei 2010

cinta ini adalah mimpi

cinta ini adalah mimpi, maka terhadapmu adalah harapan
lama sudah kau nasehatkan padaku sari sari kebaikan
hingga kilau tajam pisau kenyataan mengiris pedih mimpi mimpi
lalu kepada siapa harus bercerita mimpiku jika tidur tak memimpi kamu lagi
setelah siang itu pintaku tak sanggup menahanmu pergi
di padang gersang puisiku berkelana mencarimu
tersesat dalam labirin ilalang yang pucat membisu



Manado, 16 Mei 2010

di pantai

desir desir pasir yang putih permadani cakrawala menyambut kehadiranku,
bunyi air terisap dari debur yang dihantar ombak: lagu selamat datang

tercenung aku sendiri mengingat ceritamu yang menyuka pantai
tentang kakimu yang putih menjadi lebih kemilau berbasuh air, lalu seakan ombak yang menyurut kelautan mengajakmu turut untuk serta, dan angin laut dikipaskan kewajahmu dari juntai juntai nyiur menghijau

memandang jauh mataku mememantulkan biru yang makin menua, ditiang perahu nelayan rinduku berkibar diterpa angin haluan, tercapar terik mentari

disini aku mencarimu namun hanya jejak jejak kaki yang tak kekal tersapu ombak kudapati
segeralah datang aku tak rela rinduku melegam terbakar siang

bintang baru

datanglah mendekat cantik
bersandarlah di dadaku yang sedang membara
karena pesonamu telah menghangatkan hati
tanganku akan segera mendekapmu dan seketika bulu halusnya berdiri ketika bersentuh tubuhmu yang dingin

kita lalu diam sejenak
kepalamu rebah di dada kiriku hingga kerudungmu sebagian tersisa dipundakku
sejenak bergeser sedikit ke kanan hingga telingamu tepat dimana degap jantungku berasal
seakan engkau hendak bermukim di situ

langit biru bersih malam hari semburat bintang taburan memenuhnya
ekor ekor cahaya yang berlarian mengibas menguaskan warna warna di kanvas langit
kelambu gantung peraduan kita

aku berbisik ditelingamu yang seperti sketsa dibalik tirai
tentang bintang yang baru lahir di langit itu
sinarnya berjuang menguat silau diantara jutaan kerlip
pandanganmu mengikut telunjukku yang mengarah
senyummu tipis kau gariskan lembut
bibirmu merekah segar seranum pipimu yang merona
matamu berkilau bahagia
lengan lenganku makin akrab dengan tubuhmu yang pasrah
hingga mengeratkan pelukanku
wajahku menunduk menikmati bintang dipelukan


Manado, 15 Mei 2010

ajaib

kutunggu senyummu esok
bersama mentari yang menjilat hangat

dan gerah yang mengairi tubuh semalam
dapat disegarkan nyanyi cicit burung
serta rimbunan nafas pohon disepanjang jalanku

kehangatan hatimu
sanggup membangun dunia imaji
hanya dari khayalku saja
ajaib !


Manado, 14 Mei 2010

YA !!

ya

berbekal maaf
aku mencintanya


Manado, 14 Mei 2010

di sebuah areal parkir

di tembok yang belum jadi, tanganku memegang tak berdaya besi besi tulangannya
punggung bersandar pada angin kaki menapak gemeletakan batu berserak
berpayung pohon bambu disinari cahaya bintang dan temaram bulan
jiwaku berkelana dalam nada nada suara, setelah kelelahannya, setelah ketidakhadirannya, dua minggu yang hilang.
kami bercerita tentang sebuah dekapan dalam mimpi
gurau tawa menghangatkan realita sebuah malam
yang dingin dan berbising mesin kendaraan


14 Mei 2010

kelebat wajah

kelebat rona muka
dari tiap kedip mata

ingatan telinga
menusuk sukma

tak menjumpa wajah di langit mendung
senyapnya hati resah terkungkung

rinduku hanya mampu terdiam
digigil hujan jeritnya kelam


Manado, 13 Mei 2010

semoga saja

semoga saja seperti alam raya ini
yang terus berputar dan berganti
kau tetaplah bulan kala malam
dan mentari kala pagi
aku adalah bumi yang menerima keduanya


Manado, 12 Mei 2010

jika saja

jika saja bisa aku pahat angin menjadi suara
tentu tidak lagi aku menyesatkan diri dalam tanya
mencari suaramu diantara belantara
yang tanpa sengaja tercipta kala itu
ketika sapa bersua


Manado, 12 Mei 2010

kutuk

kutuk cinta
bersupata disaksikan alam yang masih purba
berkelana di buana manusia
dengan hati bersih dia menjadi jiwa

kutuk nafsu
bersupata disaksikan kegelapan dari mula
berkelana pada jagat jiwa manusia
dengan hati bersih dia menjadi warna


Manado, 12 Mei 2010

serigala

serigala bermata merah
lidahnya menjulur liurnya meretas
runcing taringnya berkilau menari irama perang dikilau bulan
tubuhnya diam dan makin awas mengintip segala ingsut
bergetar dengusnya mewaspadakan seluruh indera
dingin dari runcing angin yang menusuk
menyudutkannya pada lapar
kaki kakinya semakin bergetar
badannya meliuk sedikit mengikut gelombang haus
dia mengintai pada hati manusia
yang gersang dan bertabur bangkai


Manado, 12 Mei 2010

hujan malam ini #3

hujan malam ini
mataku yang nanar dan pedih
hatiku memohon awan yang menggelisahkan
suntingkan bunga anggrek liar di lereng gunung
dan sematkan di dalam dadaku
dan sematkan di dalam dadanya
tinggalkan kami dalam sunyi
biar kami merangkai berdua saja


Manado, 10 Mei 2010

hujan malam ini #2

hujan malam ini
punah gelisah aku menunggu
segala cerita telah kulumat dalam dada
dia disana menjaga amanah
aku sungguh menjaga cintanya


Manado, 10 Mei 2010

hujan malam ini

hujan malam ini
telah membangun tembok penghalang angin
mungkin harus berkuyup tubuh
hanya untuk merasakan kesegaran

kasihku dimana pintu aku harus keluar
jika lubang angin sedikitpun tak kau tinggalkan
satu pak rokok sebuah korek api
dengan tulus mencipta kabut pesona


Manado, 10 Mei 2010

melati itu beterbangan

hujan di malam ini
bermula dari sungai berliku lalu bermuara di laut
sari sari dari tanah dibawanya
semua basah dan kuyup

percik percik air dari daun ke tanah
menandai hitungan dalam waktu
ada yang menjelma ada yang menjelma
melati itu berterbangan menjadi kupu kupu putih


Manado, 10 Mei 2010

adalah sendirimu

adalah sendirimu dalam ramai yang melayang dan selalu mengambang di udara
kabut makin pekat menutup jalan setapak menujumu
dari daun daun dan ranting basah yang menyimpan bayangbayangmu
aku bertanya kemana engkau
datanglah kembali menembus kabut karena hangatmu yang sanggup
kita bertemu disini saja
lalu rebah dan biarkan rumput rumput yang menjadi saksi


Manado, 10 Mei 2010

dalam diam

dalam diam
ada pelangi dari mozaik air muka yang senantiasa membayang di mata
ada sinar mata yang cahayanya menusuk jutaan poripori tubuhku menegakkan bulubulunya
ada senyum yang sedikit sunggingnya sungguh, sanggup menghentikan waktu
ada gerak yang walau diam selalu menari nari di panggung bercahaya
ada suara yang lamat lamat mengunyah renyah telinga

dalam diam
ada ragu lalu membiru membilu tak lalu menjadi sedu
ada acuh yang sanggup membunuh
ada canda yang tak kumengerti apa yang membuatnya tertawa
ada jarak yang berbilang langit dengan bumi

dalam diam
dia bertahan
hingga waktu bersaksi
bahwa diam tak selalu emas


Manado, 8 Mei 2010

pada bayang antara 1993 – 1994

dan getar tiba tiba terkirim diantara riuh hari kala itu
desir desir kuat menjadi degapnya jantung
kala masa itu purba
adalah persinggahan singkat
meninggalkan hidangan kue di meja
tergigit sedikit ujungnya lalu kembali memenuh piring
hingga lalat lalat membersih habiskan semua yang di hati

purba perburuan jati diri
onak duri disambut tawa
kegagalan menjadi lelucon yang menghibur
menangkap isyarat salah menjadi suluh penunjuk keyakinan

butakah kala itu kedua kelopak mata ini
bahkan mata yang hitam sanggup mengkilapkan cahaya
berhasil menyilaukan diantara teman cengkeramaku
butakah kala itu
tidak!

pada bayang bayang antara 1993 - 1994
seperti bayang bayang yang lain selalu menjauh sumber cahaya
jika kita makin mendekat kini
hingga getar itu tenggelam memfosil dalam gelapnya pusat bayang bayang

seorang ibu muda mendapatinya dalam tempat kaca
dimana seluruh sejarah dipamerkan di tempat itu


Manado, 6 Mei 2010

AH

ah .. otakku pekat jelaga
kutanya hati di halau tabu

ah .. ayolah aku
ayun aku jauh ke kesadaran

bermain nafsu
hati lindap

ah .. tuhan maha cinta
kenapa kau cipta nafsu

bait-baitmu mana harus kurujuk
jika engkau tak mengalami
tapi membuatnya terjadi

ah ..ayolah aku
ayun aku jauh ke kesadaran
tanpa harus membelah angin yang tenang


Manado, 6 Mei 2010

tak kulihat bianglala

mendung itu tidak menggumpal dan segelap badai mengganas
cukup membuat semua yang ada dalam dada menjadi abu abu
udara panas dari laut yang mendidih lalu menghembusnya
deras kesedihan merenangi cukup lama
di dalam ruang kuhibur diri bersama lampu lampu bercahya
membantu mengeja mata karena sudah banjir air yang asin
mengembang dipelupuk mata bermuara di ujung mulut
matahari berilah aku kabar baik karena tak kulihat bianglala dari hujan ini


Manado, 5 Mei 2010

cicak

ada suara cicak di ruang tengah yang TV dan lampunya sudah dimatikan
ada suara jangkrik dibatas tembok dengan tanah diluar dekat kamar
sepinya menggigit
yang tidak ada hanya sapa

mata ini sudah tak mampu lagi untuk segar
suara cicak dan jangkrik makin mengajak berteka teki
meresapi bisikan bisikannya yang bukan saja tak terdengar
tapi juga tak kumengerti

konon mereka mengetahui yang terbersit di hati
tentang harapku 2 malam terakhir
dan kutegaskan lagi tadi pagi
agar segera terkabul

tapi suara cicak dan jangkrik
hanya nada nada yang tak kumengerti
makin mendekatkan jarak dengan sepi
dihalaman belakang sebelah rumah ayam jantan bertalu menabuh genderang tengah malahm
menarik jauh kedalam sepi yang makin larut
harap dan kabar kubawa terpejam
doaku tidak pernah tidur


Manado, 4 Mei 2010

berharap

aku disini
keringat menyusuri dahi dan leher
gelisahku jauh disana
berharap tidak ada selain kebaikan


Manado, 4 Mei 2010

lulus

lulus....!
pekik seorang pelajar
membaca kata yang tercetak dengan huruf besar
di selembar kertas yang hampir hampir robek
karena basah oleh tangannya yang membanjir keringat

dan akhirnya memang sudah suratan bahwa kertas itu sobek
berpendar serpih serpih yang melayang dan sesekali
memantulkan cahaya mentari
menjadi seperti lampu cermin di diskotik

tuntaslah sudah segala resahnya
yang seakan telah menelan hidupnya
beberapa bulan terakhir
sebuah garis bahwa dia harus bersanding dengan anggota siskamling
memeriksa setiap gang dan lorong lorong dari bukunya

di pinggiran desa
temannya satu bangku
melempar tali yang dicuri dari leher sapi yang diikat
di dahan terkuat yang sudah dia pahami
di ikatnya satu ujung pada dahan lain untuk penahan
dia berdiri gagah di dahan tadi
dosa dosanya pada orang tua seakan tak terampuni lagi
nama baik keluarga terjerembab di kubangan septic tank
dia sudah TEKAD harus menebusnya dan BERTANGGUNG JAWAB

pendar pendar serpih robekan kertas
melayang layang tak memantulkan mentari
seekor kambing menyaksikan sambil sesekali
menjilat kaki yang terjuntai
.....

aku marah sekali melihat berita TV seperti itu
langsung saja ku pindahkan channel
dan tidur membiru dendam


Manado, 4 Mei 2010

apa yang dirasanya?

rupanya riang sedang mengguyur tubuhmu
dan engkau berterima kasih kepada air air yang menetes
dari embun embun nafas kala senyum dan kala ramah
yang menfilm di benakmu dan sesuka hati lakon apa akan dipilih imaji
hingga.. tidak seketika itu pula, lalu
menjelma bunga bunga
menjelma kekasihmu
menjelma adegan engkau berlarian dengan kekasih di taman yang hanya ada 2 orang disitu
hingga menyalakan api yang sulur sulurnya sedikit redup di dadamu
katakanlah akan kemana engkau mau
sedangkan kaki dan tanganmu terikat


Manado, 4 Mei 2010

Tuhan, Sekarang !

Tuhan ...
Tuhan ...
Tuhan ...
Tuhanku
dari segala pintaku
kabulkan satu saja dahulu sekarang
ya sekarang
bukan besok atau lusa atau kapan menurut Engkau baik
tapi sekarang
aku minta .. angkat dan kirim segala sakit penyakit
yang sekedar singgah di sekitar ku
di orang-orang yang dekat denganku
dan orang orang terdekat dari orang orang terdekatku semua
dan mereka yang fakir dan mereka yang kesusahan
ke tempat tempat yang kami manusia bahkan
belum pernah mendengar nama atau melihatnya
.....
bukan karena anti dengan sakitmu
sungguh salah tuhan
tapi dengan hati bersih dan ikhlas
segala sakit adalah ujian penghambaan
....
ujian itu telah membekas
bagi penghayatan ke adi kuasaan diriMU
dan kekerdilan selain diriMU
....
Tuhan Engkau pasti sedang tidak tidur
dengan penuh Iman aku yakin
engkau mendengar hati yang berdoa
dan aksara aksara yang mengalir
dengan iman dan yakin pula
engkau langsung kabulkan
karena engkau TUHAN

Manado, 3 Mei 2010

datanglah

datanglah terus seperti ini
tamu hati dan pikiranku
hingga lelah menjadi batas
aku masih haus menulis
kertas putih dan tinta hitam
bagai pelangi warna warni abadi


Manado, 3 Mei 2010

sejak peristiwa itu

sejak peristiwa itu
malam malam seperti menjauhiku
hanya menyisakan kantuk yang sangat
ruang gelap, meja, kursi dan dipan
sungguh menunjukkan kesejatian kebendaannya
mereka tidak lagi berkomunikasi denganku
bahkan cahaya monitor tidak sepelangi dulu

sejak peristiwa itu
1 juta kata dalam kamus
hanya huruf huruf mati tak berarti
tanda baca dan jeda ucapan menjadi antah
bulu bulu dan rambutnya berdiri
telinganya dipekakkan oleh suara halilintar
yang hampir hampir langit pecah walau sempat retak
itulah saat huruf huruf pun membatu

sejak peristiwa itu pula
seakan cahaya berdiam disitu
biasanya dia merambat ke mata
lalu bermukin sejenak di benakku
sebelum bertamu di hati
hingga kegaiban merubahnya menjadi cair
menjadi tinta untuk ditorehkan

lalu sekumpulan sepi bercengkerama
mereka bercanda riang
jika saja tidak kuhardiknya
hingga meminta maaf,
"baiklah" (demikian aku memaafkan mereka)
namun sepi makin diam disitu
menyesali hadirnya
terikat terus disitu oleh kutukku
kini menunggu cintaku membakar tali tali pengikat
agar segera pergi menjauh


Manado, 3 Mei 2010

berebut ikan

burung burung bangau menggaris putih di langit di laut biru
riuhnya suara mengabarkan hari cerah pada nelayan
mereka berebutan ikan
bangau bangau berkendara angin, nelayan didayung angin

jaring-jaring telah diperiksa
jangan ada putus dan kendor sulaman
ditengah laut gelepar gelepar ikan dalam jaring
tak kalah ramai dengan binar mata nelayan dan senyum bahagia bangau bangau


Manado, 3 Mei 2010

bising

bising genset seakan kekal menggaung di sekiling ruang
entah mengapa padahal genset itu cukup jauh dan memiliki gedungnya sendiri
ruangku ini juga tidak berada dalam gua
justru langit luas menaungi

dimanakah sesungguhnya gema itu bersembunyi
benakku terus menerus didera tanya
mengapa kejadiannya sama seperti rindu ini
selalu menggema dalam dada


Manado, 3 Mei 2010

Selasa, 12 April 2011

bagaimana?

mau kamu bagaimana
aku tidak tahu
ya sudah
..
tetapi kenapa seperti menyisakan tanda tanya besar


Manado, 2 Mei 2010

inilah cerita

tidak pupus atau dipendam
tapi mati kala itu karena takdirnya
hingga kemudian hidup ditiup ruh kehadirannya
berkembang tumbuh dengan pupuk tutur katanya


Manado, 30 April 2010

Sabtu, 09 April 2011

Kabar Dari Laut (selingan sebuah Sajak dari Chairil Anwar)

Kabar Dari Laut


aku memang benar tolol ketika itu
mau pula membikin hubungan dengan kau;
lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu
berujuk kembali dengan tujuan biru

di tubuhku ada luka sekarang,
bertambah lebar juga, mengeluar darah,
di bekas dulu kau cium nafsu dan garang;
lagi aku pun sangat lemah serta menyerah.

hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
pembatasan cuma tambah menyatukan kenang.
dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.

dan kau? apakah kerjamu sembahyang dan memuji,
atau diantara mereka juga terdampar,
burung mati pagi hari di sisi sangkar?

Chairil Anwar - 1946
Manado, 10 April 2011

tidakkah engkau rindu seperti aku

tidakkah engkau rindu seperti aku
tentang pergumulan canda kata kita
di malam malam yang selalu berdenyut pagi
yang membuat iri dinding dinding kamar yang selalu dingin
walau udara telah begitu membakar

dan akhir akhir lalu engkau berbincang
tentang isyarat pertemuan
hingga meretakkan tembok tembok kamar
karena malam tak lagi berdenyut pagi
kini malam telah mencipta paginya sendiri

walau sejauh alam ada hingga tak bisa kita kira kapan berakhirnya
malam tetaplah gelap bertabur bintang bulan
dan bahkan sesekali mendung
juga angin seperti mati
kehilangan jiwa untuk berhembus


Manado, 29 April 2010

tolong jangan pamit

tolong jangan pamit
engkau baru datang
belum lama juga aku menyambutmu
bersama merekahnya pagi di ufuk
yang membelah pecah perlahan langit malam

bicaralah yang lain
jangan bicara pamit
apalagi,
jangan diam



Manado, 29 April 2010

di kedalaman cintaku diam

mendung hari hari memakin kelam
di kedalaman cintaku diam

jika tuhan membuatnya sirna
memang bukan karena tak suka
seperti pelangi yang selalu ada
kala mentari membakar bulir air di udara
itu memang sudah jamaknya

perasaan syahdu dan sedih
pasti menghimpit perih
melahirkan ucap yang lirih sembunyi
tapi tak ada satu katapun yang sanggup memberi arti
apa dan bagaimana yang dimau hati

mendung hari hari memakin kelam
di kedalaman cintaku diam

dua insan dewasa menemu indah
kala waktu tak lagi ada
sudah ... menjadi milik yang ada
berlalu ... keindahaan tidak bisa punah
berganti ... keindahan senantiasa harus dilangkah

aaahh ... iya
mendung hari hari memakin kelam
dan, ..di kedalaman .. cintaku diam

cinta yang begini bagai hari yang memakin kelam
di kedalaman dia menunggu giliran
saat bila mentari bersinar bebas
menghalau mendung menjadi awan terang


Manado, 28 April 2010

di atas batu bulan

ada di tengah ruang yang ramai
namun serasa sendirian
duduk di atas batu di bulan
memandangi bumi di kejauhan


Manado, 27 April 2010

pendongeng malam

pendongeng malam
bercerita kepada penyendiri
dewi malam bidadari kesunyian
berceritalah di dalam dadaku
datanglah disampingku
malam sepi dan gelap
tidak lagi cekam
dan di pagi hari
kita tidur bersama


Manado, 27 April 2010

kasmaran

ada kasmaran dibawa terbang burung burung camar yang putih
dari batas cakrawala tempat mula dan akhir matahari
setiba di pantai adakah dia kekal
kala angin darat meniup surut gelombang datang
meninggalkan buih buih air yang terserap pasir putih


Manado, 27 April 2010

kekasih dari masa lampau

gerah janganlah kau datang di malam ini
aku tahu karena aku mengenalmu dari angin
yang selalu resah mengusik daun daun kering
tapi kini tak kudengar gemerisiknya
gerimis yang tak jadi turun
seakan menahan panas siang tak segera hilang

tapi janganlah engkau datang malam ini
aku sudah cukup gerah dan panas
karena kekasihku dari lampau datang
kami butuh dinginmu
penawar bara antara kami



Manado, 26 April 2010

mimpi sajak sajak

aku bermimpi lagi
kugenggam jari jari ditelapak yang halus lembut
berhias cincin di jari manis kananmu

tanganku merasakan setiap momen itu
saat itu segala indera yang ada
seakan hanya di tangan itu

matamu bercahaya malu malu
aku menatap tegas
mata kita bertemu jari jari berdekap kuat

kuarahkan tanganmu meraih pena
engkau memahami sambil mengambil secarik kertas tebal
kupeluk dari belakang dan tanganku masih mengarahkan jemarinya
melayang aku betapa harumnya membiusku kala itu
terpejam tersenyum bahagia

kita pun mengarungi samudera menulis sajak tentang cinta
tak perlu aku berbisik karena engkau mendengar jelas dari hati
seiring degap di dadaku tempatmu bersandar

tiba tiba engkau menoleh sambil menunjukkan kertas itu
pelukanku segera lepas
aku pun terjaga dari mimpi tapi tidak dari sajak ini


Manado, 25 April 2010

Jumat, 08 April 2011

24 petir

24 petir menyambar di seluruh penjuru angin
suaranya memekakkan
gemuruhnya mengoncang
hanya dari sebuah kata

24 petir menyambar dari seluruh penjuru angin
sebaris kata bermakna gaib
dari alunan bincang malam itu

engkau menangis?
.. aku teriris dengan tajam
dari sembilu bambu yang diraut katamu yang pendek

hatiku menitikkan .. darah!
perihnya tak bisa kita kiaskan
dan garam air mata bagai air panas disiramkan ke luka

24 petir menyambar dari seluruh penjuru angin
aku melabrak hulubalang di langit
kurampas sayap sayap mereka
lalu terbang kucegat kataku yang lalu
menembus waktu kini ke lampau hari

tapi 24 petir menyambar dari seluruh penjuru angin
menghanguskan malam dan aku terkapar meriang
.. engkau menangis ?

24 petir menyambar dari seluruh penjuru angin
tuntaskanlah engkau bergolak .. wahai geledek langit !
segeralah .. jatuhkan saja mendungmu menderas
padamkan aku yang hangus
bersama hujanmu ..
.. aku menangis ?



Manado, 24 April 2010

cinta ini adalah titik titik air

cinta ini adalah titik titik air
dari mendung yang makin pekat
bersama gerimis ia memberi peringatan
agar bergegas atau bersiap akan datangnya hujan
didalam rumah dari balik jendela yang bertebal hujan
kulihat jalanan sepi dan basah
dan orang orang semua berteduh



Malang, 23 April 2010

bunga dalam pot di taman hati

pot itu terisi lagi
kuambilkan humus yang gembur subur
kutanam bunga disitu
sesudahnya menangis aku karena keindahannya
airmata menyirami hari harinya

kenyataan adalah pisau teramat tajam
bunga mati karena asin airmata
betapa aku dulu tidak membiarkannya tumbuh di halaman rumah
kuikhlaskan hujan dan mentari merawatnya
tapi malah kusimpan pot itu dalam hati


Malang, 22 April 2010

engkau selalu menunggu

engkau selalu menunggu
kata kataku
awal dari penuh
hingga malam menemu pagi kembali
keranjang rasa ini
hampir bersih isinya dari kata kata
tak maukah engkau
jika aku datang
kata kataku telah habis
sesat dari tujuannya


Malang, 21 April 2010

henti

kawan berhentilah dari kegilaan
tubuhmu terikat, percuma meregang
komat kamit cinta bius otakmu
melek sedikit jangan dulu buta
hargailah hati yang katamu tulus itu


Malang, 20 April 2010

rembulan

kuikat hati pada rembulan
agar setiap malam bisa kulihat
karena bulan lembut sinarnya

kutitipkan cinta di kegelapan malam
agar esok masih bertemu pagi
mengisi hati kala rembulan istirahat

Malang, 20 April 2010

mari kita bertemu

mari kita bertemu
kau
aku
kita kirim layang kepada tuhan
memutar waktu
meminta senggang
kau
aku
bertemu
balasan tuhan kita tunggu
waktu di nampan
senggang di genggam

Malang, 19 April 2010

sawah

sesenyap sore bergulir malam
bersama tenggelamnya surya di cakrawala
burung burung cicit ramai berterbangan
mengabarkan gelap segera menjelang
padi padi yang menjadi ladang bermainnya
kini diam terpaku berpayung langit hitam
gulir waktu menghantar ketulusannya
pada pedih terhimpit
diantara lembah hijau itu
hanya sebagai persinggahan burung burung
kala mentari membakar darah


Malang, 19 April 2010

mata pesona

jangan melihat mata pesona
sihirnya akan membutakan
hatimu akan dirogoh merobek dada
berakhir di gengaman kanannya

jantungmu sesudahnya
ditangan kirinya jantung ajeg berdegap degap
dengan sihirnya degap degap itu dikirim ketubuh kita
menjaga kita tetap hidup

paku paku magis
tertancap di sendi sendi
membuat lumpuh

jika sudah demikian
rasai saja .. kawan


Malang, 19 April 2010

malam 2

aku ceritakan tentang malam malam yang indah
walau sepi dan senyap adalah bahasanya
namun jika engkau memahami apa yang disampaikan
dia adalah rindu cerita cerita pagi hari
bunga bunga indah sebuah mimpi

Malang, 18 April 2010

malam 1

selamat malam bagimu
yang selalu datang di malam malam
telah beberapa malam
memang hanya sepi yang datang
tapi ya itulah malam
apalagi yang bisa kita harapkan


Malang, 18 April 2010

siluet

gambarnya mengisi pandangan
jelas sekali seperti bercermin di danau jernih
di ruang benak dikekalkan
riak riak air membuatnya nampak hidup
yang tak mungkin kulemparkan kail kesitu
sayang jika harus begitu
akan membuat bayangan jadi hilang


Malang, 17 April 2010

rindu ini

di luar masih dapat kurasa sejuknya hembusan
di dalam hanya sesekali saja angin melewati jendela
ruangku gerah walau sudah berkaos singlet
seperti itulah rindu ini


Malang, 17 April 2010

jeda

jeda
bagian kosong dari waktu
dan disitu kita bertanya
apa yang kita cari
jika hidup hanya menjalani

jeda
bagian kosong dari waktu
selusuri dalam diri
hanya kebingungan
orang orang haus rakus
remah remah gemerlap
yang menjadi tanda
bahwa hidup telah lengkap

jeda
bagian kosong dari waktu
apakah hati nurani
sudah menjadi mimpi
cerita cerita fiksi
puisi puisi basi
orang orang tak lagi peduli
hanya nafsunya yang digubris
walau yang lain setuju meski basa basi
karena sedang menunggu
berganti menginjak yang disetujui

jeda
bagian kosong dari waktu
doa doa yang palsu
makin mengisi bumi yang semu
berlomba memburu
demi saku saku tak pernah penuh
disini demi aku
waktuku harus kurengkuh penuh
tak mau aku memakai gincu itu
tak mau aku menjadi korban penikaman waktu
ya alloh aku butuh kamu


Malang, 17 April 2010

cemburu

bagaimana aku bisa cemburu
jika lawan lawanku adalah kenisbian
kata kata dan rayuan hanya fatamorgana
yang membara ini
yang membakar ini
yang menjerat di leher ini
tidak membutuhkan lawan
apalagi kenisbian
seperti cemburu itu
juga nisbi


Malang, 17 April 2010

peluk

dia memeluk malamnya
aku memeluk malamku
dikegelapan kami berpelukan
walau tidak saling

diantar dinginnya malam
bernadakan sepi tik tok tik tok
peluk itu bertemu
dalam malam yang dingin dan gelap


Malang, 17 April 2010

tentang nyala

aku bertanya
tentang nyala dian
akan menunggu padam

haruskah kepada matahari
yang kekal menyala nyala
jika hanya dia yang mampu menjawab


Malang, 16 April 2010

tragedi priok

malam ini shalawat dan zikir
dikumandangkan di priok
mengiringi darah yang mengering
deru amarah menjadi rebana

tangisan yang mengkerikil
esok akan menjadi pasir
lalu tersisih dipinggir trotoar
di hempas rodaroda tronton dan trailer

episode bubrah kembali tumpah
ruah akibat pongah
penguasa arogan dan jumawa
melanggar janji yang telah menjadi sumpah

janji menjaga negeri
dan rakyat
agar tak bubrah


Malang, 15 April 2010

berteman bintang

sungguh asyik
berteman bintang
di malam yang gerah
karena mendung mengirimnya

walau hanya satu
nun jauh pula disana
sungguh asyik
berteman bintang


Malang, 15 April 2010

tak sia sia

hanya engkau yang sanggup berbicara
kala semua kata raib tertelan mau
mau dirasa tak mau dinyata

engkau berdiam tapi bahasamu terlontar
menderas pedas cecas menghempas
lirih namun menusuk
berujar sia sia!
hidup di kala pagi jangan mengharap sore

hanya engkau peniada kesiasiaan itu
engkau Ya Alloh
engkau kerinduan sesungguhnya tempat mula berasal


Malang, 15 April 2010

Kamis, 07 April 2011

sajak yang tak pernah usai

sajak yang tak pernah usai
dari unggun unggun di belantara
entah siapa pengelana di dalamnya
membakar habis kayu kayu kering
pengusir kelam yang menyedot seluruh terang

tapi belantara entah dimana
dirumahku tak mungkin ada
unggun unggun tak sempat membara
kayu kayu telah menjadi perabot
belantara ada dimana?

sajak yang tak pernah usai
membara di dalam belantara
kayu kayu kering dibakar habis
membentuk dunianya sendiri
dunia dari hidupku


Malang, 14 April 2010

yang dulu gegemetaran

diantara juta deru dari pagi hingga kini
matahari tepat sepenggala berdiri
deru keheningannya deru terbelahnya angkasa
deru hiruk pikuk bandara
tak juga memberi keramaian di indera inderaku
yang melemah peka
satu nada bersembunyi di sana
nada renyah menyapa dikehingan malam
yang dengan gegemetaran berlirih
"ada apa..?"


Juanda, 11 April 2010

ozone

dimanakah ozone
kala mentari memanggang hari
gunung dan laut
hembuskanlah nafasmu
menjadi tabir


Manado, 10 April 2010

langit biru luas tak berbatas

langit biru luas tak berbatas
pada cupetnya pemikiran
pada sempitnya hati
jiwa jiwa merdeka penakluknya
tiada khawatir tiada bersedih
jiwa jiwa tenang menggenggamnya
dalam segala makna


Manado, 10 April 2010

satu babak

kau ..
ketahuilah
bukan hilangnya juga perginya engkau
yang kutakutkan akan mengutukku dalam keresahan
tapi hati yang padam apinya
setelah panasnya membara disetiap nadi
karena kau hanyalah mitos yang kuyakini kebenarannya

masihkah engkau mengingatnya
ketika kau bertanya tentang sebuah kejujuran
ternyata engkau kaget dengan kejujuran itu sendiri
walaupun aku tidak memahami
sungguh benarkah engkau kaget
atau kau berpura-pura kaget

tapi aku menangisinya
sejadi jadinya menyadari akan kejujuran itu
bukan karena ingkar adanya
tapi karena bahagia
seperti kering yang merindu hujan
basah dan menyegarkan

lalu ku nyanyikan lagu tentang bunga ditamanku
yang menjadi mozaik dari cermin
disitu kuajak engkau bercermin
akan bagaimanakah wajah wajah kita kini
akankah cermin memantulkan isyarat .. iya
bahwa engkau dan aku tersimpan dalam cermin itu

mentari bagai tersedot magnet dan pagi tak berani beranjak
bunga bunga memekar kupu kupu riang beterbangan
pelangi mengikat itu semua
... mengapa?
karena semua takjub pada hati yang membara
...rupanya?... mitos itu berulang
hanya saja kini lakon lakonnya berada di panggung yang sama

definisi definisi meminta diurai
apakah cinta
apakah gairah
apakah emosi
tak satupun kamus menunjukkan
hati menjadi vocabuler tak lebih

itulah kejamnya definisi
dia tak lebih dari vocabuler pemikiran
cerita dan mitos pengantar tidur
karena tak sedikitpun isyarat cermin
menyama apa yang di benakmu
sementara cermin itu terlanjur kupecahkan demi mencari jawab

lalu kerinduan tiba tiba menyerang
dari segenap sudut sudut yang telah menunggu dengan sembunyi
dengan tombak dan panahnya
menyerang menerobos satu tombak di dadaku
dua anak panah menancap tepat di mata yang hitam
satu tombak lagi terpaku di rusuk
..menangis ? ... tidak ! karena airnya telah larut di darah

tak satupun isyarat mentari nampak
atau juga hitamnya malam memberi petunjuk
kemana engkau berada
mengapa engkau tiada
kala aku terkapar waktu itu
hanya bisikan jangkrik yang mengeruk lubang sembunyinya
berkata “engkau akan tahu”

aku pun terbang meninggalkan jasad terkapar
ruh ku tetap melayang bebas merdeka
kususuri lagi medan perang
kusadari semua telah kalah

lalu melesat lagi berendam di pancuran mentari
agar dibakar musnah segala luka
panasnya mengajak untuk segera
ceburkan di palung terdalam
yang dinginnya mampu menenangkan
galaknya jilatan mentari

demikianlah kutemukan mutiara
dari tetes air mata yang disarikan dari darah
jika saja tangis bahagia bisa dituliskan dengan lugas
tentu sumpah yang akan menjadi serapah .. tidak diperlukan lagi

kini kau
telah menjadi mutiara
kujadikan bola mata bagi jasadku
namun aku telah terbebas dari raga
melayang merdeka mengitari bumiku sendiri
menjaga angsa angsa putih yang berenang
di danau dipunggung gunung yang biru


Manado, 9 April 2010

panah 3

dari batang pohon yang hanya ada di tengah tengah rimba padat yang tersembunyi hingga membutuhkan pencarian tak berbatas pada apa saja dengan segala sisa tenaga yang tertampung di dalam dada diwariskan ke lengan lenganya yang kokoh namun bergetar mengayun pedang menebas batang itu dalam sekali hempas di sarungkan batang itu dengan kain yang menempel ditubuhnya lalu menyusuri jalan kembali dengan mengambil akar akar pilihan sesampainya di raut batang itu menjadi beberapa bilah ya anak panah yang terpilih untuk menggenapi tempatnya yang telah kosong dibelahnya intan berlian dan diasah dengan intan pula menjadi pucuk pucuk tajam mata panah lalu diikat kuat dengan akar di ujung tiap tiap anak panah busurnya juga telah siap semua telah siap tapi tidak akan dipanahkan sebelum akhirnya nanti dia akan memanah angkara langit yang menutupi cahaya hingga menembus angkara gelap mengoyak lebar lalu paripurna perjalanan anak panah bertemu dengan cahaya


Manado, 9 April 2010

panah 2

ibarat panah melesat dari busurnya
yang telah sekian lama direntang
dengan waspada dan sepenuh jiwa
badannya berputar cepat mengukir angin
seakan lorong panjang membuka jalan udara
dimatanya waktu hanya sekejapan
hidupnya sekelebatan
bumi adalah bayangan
langitpun cermin buram
cakrawalanya hanya satu titik
niatnya tuju disana..
ah... meleset !
hilang anak panah di belantara
pemanah gelisah kehilangan satu satunya senjata
gagah dan pasrah dia menghadang lawan


Manado, 8 April 2010

nyanyi senja

gunung berbaju biru
lembahnya berkerudung hitam
disinggahi rajawali
sepulang susuri cakrawala
pelangipun pulang di kedalaman lembah
cahaya mentari tak lagi jingga namun memerak lemah
lengkaplah senja
gunung semakin gelap lembah makin pekat


Manado, 8 April 2010

apakah

apakah air mata itu ?
hanya sesuatu yang mahal
apakah keluasan itu?
lautan angkasa aku punya


Manado, 8 April 2010

panah

segera meriap kabut
pendar pendar dari terang
menguas di kanvas
sesaat kuteriak !! kan, KAU

berbaju mentari beralaskan angin
menyusuk di hati dan di wajah
panah panah dengan racun bahagia di matanya
lepas dari busur setelah diregang oleh hikmah

saat itulah aku teriak !! kan, KAU
tersenyumlah sejujur engkau sanggup
jangan sudah kau hiraukan
pemanah pemanah itu menjagaku


Manado, 7 April 2010

tersenyum

bunga bunga mengering ... tersenyum
kupu kupu lumpuh ... tersenyum
bumi berkalang ... tersenyum
awan pecah ... tersenyum
hujan payau ... tersenyum
mentari gerhana ... tersenyum
bulan sepenggal ... tersenyum
danau gelisah ... tersenyum
kamu bahagia ... tersenyum
pagi memudar ... tersenyum
siang meranggas ... tersenyum
senja meriap ... tersenyum
malam melangut ... tersenyum
aku terpaut ... tersenyum
dan Tuhan tersenyum menyaksikan


Manado, 7 April 2010

kata-kata dan isyarat

kata kata adalah isyarat
isyarat adalah kata kata
keduanya bicara akan maksud
suatu kata atau isyarat yang bertirai kabut


Manado, 7 April 2010

bunga-bunga kering

kepada daun daun kering bunga melati
sebelum engkau benar benar luruh layu
melayang pasti mencium haribaan bumi
menelungkup di tanah gembur dan menghumus

ajarkan padaku
bagaimana engkau meminta maaf
telah menjadi bagian tidak sedap
dari putih dan hijau yang selalu bermandikan air dan cahaya

ajarkan padaku
bagaimana engkau menyesali
telah mengembang tapi menjadi ranggas
disebuah tanaman yang agung

ajarkan padaku
bagaimana engkau dengan gagah
menerima kekalahan atas dahan
jatuh mengering bertanah dan mati


Manado, 6 April 2010

suara renjana

suara
adalah sajaknya angin
hembusnya merima katakata
derunya melarik merdu
sentuhannya membait lagu

dari susuhnya
di pepohonan dan gua gua
dia?, terbang !
melukis cuaca

pengembaraannya adalah nyanyian
buluh perindu semesta biru
membuai pikir
membuyarkan jiwa

suara adalah angin misteri bagi telinga
terngiang lalu menggema bersaut saut dalam sukma
menelusuri dalam tak berujungnya hati
di kegelapan renjana


Manado, 5 April 2010

sapa

sapaku kepada siapa
merambati angin
mengetuk buana
kini menunggu dibukakan pintu

kenapa kabar memendung kekal
tak secercah pun kata menyelinap
diam dari sepi yang melambai lambai
sapaku tak berbalas


Manado, 5 April 2010

dia dan hujan

datang dalam berjuta tetesan
beradu di atap benak rumah
gemuruhnya me ruh
menggema dan meruang di kamar hati


Manado, 5 April 2010

dalam renjana dari 6 minggu yang sudah dan sedang

bersua jua bagai maya
yang 6 minggu sudah
menyisip renjana

bertukar cerita menyulam kata
memecah masa
dari kala di masa yang tak lagi bisa di kini

masa yang menyimpan rasa
untuk kala yang sangat lama
kini terbaca karena tak lagi terasa luka

luka tak lagi dulu
kini menjadi rindu
lalu menyembilu, sedu, pilu

dalam renjana yang sedang kini
mencipta lautan dan cakrawala tak berbatas
meminta asa mengasingkan kami berdua


Manado, 4 April 2010

untukmu diajeng

tiga puluh lima tahun diajeng umurmu
selamat ulang tahun
menginjakkan awal dari hari
semoga ucapanku menyampai
di maha pendengaranNYA

doa selamatku adalah peneguhanku
kepada tuhan yang kita sembah dan kita cinta
peneguhanku akan jati diriku
peneguhanku akan keimamanku
peneguhan bahtera kita di luasnya laut yang misteri

untukmu diajeng
cinta tidaklah cukup bahkan mungkin konyol
untukmu adalah tanggung dan jawab ku
tanggung atas segala beban dan lemahmu
jawab semua resah dan rintihmu

untukmu diajeng
kusarikan kisah kamajaya dan ratih
kisah tentang runtuhnya ego dan nafsu
bahwa kerukunan dibangun dari penyerahan diri
bukan kepada pasangannya tapi kepada tuhannya

untukmu diajeng
yang menjaga buah kasih kita
kuhadiahkan baju kesehatan
kuhadiahkan kerudung kebijaksanaan
lalu kupeluk dengan keluasan hati

untukmu diajeng
yang menjaga rumah hatiku
yang menjaga lunas bahtera kita
bersandinglah denganku kini di haluan
saksikan aku menerjang gelombang

kita menuju pulau disana itu
yang dijanjikan penuh buah
penuh air jernih dan menyegarkan
penuh hangat bunga dan awan yang biru teduh
tempat kita menjemput janji tak teringkarkan dari NYA


Manado, 4 April 2010

baik

mengapa engkau begitu baik
seperti gelap yang selalu ada
menyelimuti jiwa yang lelah melewati malam

ya engkau teramat baik
bagai embun yang membasuh kulit dedaunan
memberi segar bagi hati menyambut pagi

sungguh engkau sungguh baik
laksana kembang yang mekar dipagi hari
menghantarkan harum bagi nurani menapaki hari


Manado, 4 April 2010

Anggrek Bulan

anggrek bulan tumbuh di alam tropika hari hariku
akarnya mendaging serabut
mengenggam erat bahkan terlalu kuat di dahanku
tapi hidupnya tak pernah merugikan pohon inang

daging dagingnya di akar dan batang yang tebal
menyimpan sari sari embun, uap udara dan inti hujan
dari situ dia mengembang lalu mewangi
hidupnya yang santun tak menyuka sorot mentari langsung

anggrek bulan abadi mekarnya
dalam kesederhanaannya yang begitu sayang pada air
namun bukan ditaman taman dan kebun yang asri
justru di hatiku


Manado, 3 April 2010

selinap rindu

melangkahlah sahabat
tinggalkan tapak kaki yang membekas dibelakang
genapkan langkah didepan
senyumlah pada jalan setapak yang kau lihat

kemarin sudah
kini memula
esok dijelang
terbalut dalam cerita kita masing masing

melangkahlah sahabat
seringan burung burung yang melesat dari awan ke awan
menukik menyambar terobos membelah udara
lalu cicitnya nyaring melagukan bahagia

dalam kepaknya mengebas angin
dadanya mengembang ringan
sorotnya tajam menembus awan
diangguknya kepala sesekali dia merindu hinggap ke bumi lagi

namun terus melangkahlah sahabat
rindu yang menyelinap seperti itu
menyadarkan bahwa kita terus harus melangkah
jadikanlah awan lalu kendarai

duduklah diatasnya dan tangkupkan sayapmu
biarlah angin bekerja ciumlah harumnya angkasa bebas
setelah itu engku dapat membuka kisah
yang telah tertulis disayapmu kala itu

dalam rindu yang menyelinap engkau harus melangkah
pada jalan setapakmu dan terbanglah di antar awan
begitu pula aku
dalam rindu yang menyelinap kupejam saja mata lalu terbaring mengambang.


Manado, 2 April 2010

puisi untukmu

mengajakmu berlarian di rimba rimba hatiku
bergurau dengan flora flora yang kukenali sendiri
engkau dengan kasihmu tersenyum
menutupi segala lelah di pikirmu di rasamu

egoku kau lumat habis
walau juga tak habis habisnya aku mengasupmu
hingga meruah menyeret ke hilir di rawa rawa
yang membuat payau segala rasa

tapi itu belum cukup buat aku menyadari
bahwa engkau lelah hilang rengkuh
masih terus aku mengajakmu berlari gairah
tak sadar tenggelam pada rawa rawa sampai ke leher

lalu dengan apa aku menyerah
jika isyaratmu pun punah dalam serapahku
maafkan atas segala jerih ini
yang memerih engkau memerih risau

kutuliskan sajak ini semoga belum terlambat
untuk kugapai dahan menambatmu kuat
raih dan melompatlah di aliran bening
bersama bahtera dan buritannya diekas angin barat

sebentar lagi rawa rawa mengering
bertarung dengan panas geliatku untuk mentas
dan dipinggir sungai kulihat perahumu dihantar lembut ombak
menuju jingga cakrawala bersama rajawali yang meradar di haluan



Manado, 1 April 2010

harmoni malang

embun melembak menyelimuti pagi
pohon rerindangan hijau
menghembuskan sari sari udara yang bersih
kokok ayam bertalu timpal menimpali dalam harmoni
pagi itu di kota malang

semua gegas dalam kesahajaan
riuh keceriaan di dada setiap orang
ke pasar ke kantor ke sekolah
hidup adalah anugrah kala itu
indah sejuk tenang damai juga harmoni

"harmoni" aku memanggilmu ... "kota malang"

kepada ML

yang satu ini menyapa
kala melati mengajak bercerita
tentang belukar yang ramai padanya

datang dari masa lalu
masa yang berbunga
merekah mewangi
tak menyampai padanya

masa itu mentari tak kuasa
melewatkan senyum yang mengalahkan pagi
hingga mendung menyingkir
memberi ruang bagi mentari menikmati


manado, 31 maret 2010

prominensa

prominensa
dari plasma plasma dingin menerjang korona
memfusi membakar hampa
tak lekang di kegelapan
dimana cahaya tertelan

lidahnya menjulur menghalau segala apa
segala resah
segala gundah
segala fana
segalanya


MANADO, 31 Maret 2010

bulan pun membiru

pemuda itu mengikat bunga
menjadi tanda bagi kasihnya

gadis itu menggerai rambutnya
menjadi tanda bagi kerinduannya

pemuda itu hatinya melesat keangkasa
mengajak hati gadis itu mengangkasa pula

selepas atmosfir
bulan membiru bercengkera dengan bintang
diangkasa kehampan


Manado, 30 Maret 2010

PECAH

cinta adalah misteri
memenuh hati pada harap
datang dengan paksa
menyesak dada tak terkeluar
menggembang rongga rongga dada tersesakkan
bilakah meledak? itu tak mungkin !
karena tuhan sedang bermain
sakitnya semanis tebu bersari



MANADO, 29 MARET 2010

hitam gelap

bilakah usai cerita
kuk kuk burung malam menghantu sunyi
lelah dihela gairah
akan damba kepada fana
yang menyata
di lubuk hati
di lipatan benak
malam tetaplah gelap sebanyak apapun engkau menambahkan dian


Manado, 27 Maret 2010

kupu dan kalung

Mengapa baru sekarang
Kupukupu datang membawakan kabar masa lalu
Dironcekan dari penggalan penggalan kisah lucu jiwa belia
Menjadi kalung untuk dipakai
Melingkar dileher dan liontinnya tepat di ulu hati

Kini terpasang dibalik baju
Yang selalu bersentuh ari mengirimkan hangat ke sekujur badan

Kupukupu segera mati namun akan abadi mengalungi hari


Manado, 25 Maret 2010

Aku Mengenalnya

Aku tidak mengenalnya
Walau telah cukup lama bersama

Sekarang aku mengenalnya
Dari sangat lama tidak bersama

Dan waktu telah mengukir nya
Menyatukan kaca kaca yang berserakan menjadi mozaik
Yang begitu indah bagi kami

Kini .... ?


MANADO, 23 MARET 2010

Letih

Menemu diri berpeluh lesu mati
yang letih diri merepih
diinjak kaki angkuh hari

Merindu gelombang cahaya mentari
mengalun seperti gelombang dipermukaan laut lalu mendekat pasti
membasuh ari menerobos pori pori

dan angin memijit penuh kasih
merasai kulit sesegar pagi
akankah diri tak sunyi lagi


MANADO, 22 MARET 2010

Melati yang tumbuh liar tulus dari tanah

Melati yang tumbuh liar tulus dari tanah
dan telah menyebar harumnya
keseluruh udara yang menghidupi
tak akan mudah menguap walau kemarau

Dia telah menjadi bagian dari kegersangan
Putih dan harumnya menyatu dengan hijau
Bahkan ketika melati telah kering lalu mati
Semua tidak lalu menjadi cerita kemarin yang punah


MANADO, 19 MARET 2010

cerita ceria

Ayo bernyanyi dan menari
Rintik gerimis menjadi irama
Kesunyian menjadi panggung
Bulan menjadi cahaya

Lalu kita berbincang
Warna warna yang muncul di timur
Berpadu cicit dari selatan
Berbincang bernas seharian tentang sehari hari

Bagaimana Kau suka ideku ini
Kita rangkai ceria sama sama
Jika Iya
Katakanlah dengan bahasamu kudengarkan dengan hati


MANADO, 16 MARET 2010

Episode 3

episode 3

... (episode .. telah .. sudah .. selesai) ..

Setelah kau rangkul aku dengan misteri indah
Sudah kurasakan kini maknanya
Walau juga misteri
Tapi tetap indah

Selesailah aku di episode ini
Keindahan tetap keindahan
Menjadi kenangan abadi
Di hati di diri

Justru karena aku begitu hormat
Maka kubiarkan keindahan ini kunikmati sendiri
Justru karena aku begitu mencinta
Kubiarkan misteri itu musnah


MANADO, 15 MARET 2010

Episode 2

episode 2
...(episode.. U..RAI)...

Waktu yang justru tak kupunya
Menjadi harta yang harus kusumbangkan
Walau harus menghutang
Kepada hari-hariku

Waktu inilah yang menampar keras memerah pipiku
Akan waktu waktu yang kujalani tanpa kusadari
Iya waktu begitu tegas tanpa bimbang
Tidak seperti hati yang penuh pertarungan

Waktu pula yang mengurai
Resah resahku yang tak guna
di waktu itu lah tempat menyadari segala resah
Bukan resah yang harus hidup tapi aku


MANADO, MARATON 13-14 MARET 2010

Episode 1

episode 1

...(Episode Tanda Seru)...

Pecah..
Resah terpecah
Gelisah membuncah

Hasrat
Liat mengerat
Kuat melumat

Aku
Dideru lesu
Kau membisu


MANADO, 13 MARET 2010

R.R.E

Dalam diriku meriap resah
yang tibatiba ajeg singgah

Dalam diriku menusuk rindu
yang membilu ragu

Dalam diriku menjumpa engkau
lalu memusim kemarau


RESAH RINDU ENGKAU


Manado, 12 Maret 2010

ingin

Ingin kuraih bintang dilangit
Namun bumi memberiku suluh

Ingin kusibakkan gelombang dengan dayungku
Namun tanah memberiku setapak jalan

Ingin kujejak dibawah kakiku puncak gunung
Namun bukit bukit kecil terjal yang menantangku

Inginku disini saja sekarang
dan mengajak bintang samudra dan gunung
walau hanya dalam kanvas
hatiku


Manado, 11 Maret 2010

dalam gelombangku

Bawalah dirimu bersama perahu cadik yang lapuk itu
Kuantarkan dalam gelombangku yang tenang

Jika kaudapati langit hitam badai akan datang
Ambillah segenggam air laut di samping kayu cadik itu lalu lemparlah
Badai pun akan melunak

Jika kaudapati riap yang resah ketahuilah ombak akan menggulung
Pukulkan dayungmu di hamparan air di muka cadik
Ombak pun akan urung meradang

Jika cakrawala yang luas membuat lelah
Lihat di kedalaman pandanglah di biru jernih pasti kau dapati
Senyumku ada menjaga lunas dan buritan

Setelah tiba di pantai tujuan
Sibakkan rambut panjangmu dan tengoklah laut yang luas di belakangmu
Semoga kau percaya dalam keluasan dan ketenangan
Tidak ada tempat yang tak bisa kutuju


Manado, 10 Maret 2010

rindu daun

Sungguh tak disesali perpisahannya dengan pohon
Di ayun selendang angin
Melayang resah mengikuti hembusannya

Kerinduannya pada rumput yang terbaring damai
Masih menunggu tak lebih cepat dari air yang menetes
Dibawa angin dia masih harus berkelana entah berapa lama lagi


Manado, 10 Maret 2010

malam, kunang-kunang, bintang dan pohon

Malam tak selalu bercerita sepi
Karena sepi hanyalah kunang kunang yang kau lihat cahayanya

Malam tak selalu bernyanyi kegelapan
Karena gelap bagai lukisan milyar bintang di kanvas langit

Malam tak mesti penjara
Karena dia adalah taman puisi bagi pepohonan mendewasa

Malam kunang kunang bintang dan pohon
Kurangkaikan seikat dua
Satu ditangan kananmu
Satu ditangan kiriku
Sepasang tangan kita satunya bergandeng jemari bertaut pasti
dan melangkah pada jalan purnama sempurna


Manado, 4 Maret 2010

dia adalah setetes tinta

Dia adalah tinta
Terjatuh setetes kecil di ujung kertas
Yang jari lentik bergemetar menarik pena dari dibasahkan lagi

Telah banyak noda pada diary itu
Selalu, kala gadis itu menumpahkan dadanya yang hampir hampir meledak
Sungguh tak disesalinya bahkan itu isyarat kepada sang penulis

Isyarat itu bagai nyanyian gerhana
Yang begitu singkat menjadi kering
Tak sempat memenuhi halaman disetiap larik lariknya

Dia berharap tetesan kali ini
dapat mengisyarat diantara yang tersurat
bahwa dia selalu ada di tiap tiap kegelisahannya


Manado, 1 Maret 2010

ditiap-tiap kedipan mata

Senyummu abadi di tiap tiap kedipan mataku
Yang engkau tak mengerti terjadinya
Juga aku tak memahami mengapa

Dan entah mengapa kau tak pula beranjak
Pun aku betah memandang dalam nanar yang kosong
Sementara matahari makin sore menggiring burung burung kesarangnya

Senyummu abadi di tiap tiap degap hatiku
Menyanyikan sajak sajak sapardi di malam lelapku
Tentang cinta awan kepada hujan

Hingga pagi mentari menerobos sela sela kayu jendela kamar
meniupkan ruhnya dan senyum itu hidup kembali
dalam tiap tiap kedipan mata


Manado, 24 Februari 2010

hujan yang turun kemarin

Hujan yang turun kemarin
Membawa panas yang selama ini mengangkasa diantara bumi langit
Diluruhkan di genangan genangan yang menuju parit selokan sungai lalu kelaut
Dan laut pun mendidih palung palungnya menghangat misterinya menguap
ikan ikan meminum dari gelegaknya dan panasnya meresap ke akar bawah tanah
buah sayur bermuatan panas hewan hewan berkenyang panas
manusia semakin panas darahnya bumi berkulminasi di puncaknya panas

Hujan yang turun kemarin
bersedih
dia bersembunyi di bumi hijau impian entah kolong galaksi yang mana
menangis sekerasnya menyesali turunnya kemarin di bumi kita

Hujan yang turun kemarin
adalah puisi perpisahannya
sesal turunnya tak lagi membawa segar
air matanya terkadang setetes singgah di bumi kini

Hujan yang turun kemarin
Berjanji tak akan lagi singgah
dia telah kehilangan segar dan sejuknya
yang berduka dalam atas kegersangan kita
ya kita ... manusia


Manado, 23 Februari 2010

cinta bukan

Mencari cinta diantara kehangatan surya dan taman taman bunga
Tidak akan kautemu kata indah yang menghangatkan dan rangkai bunga buat kekasihmu

Mencari cinta di lautan luas dan cakrawala
Tidak akan kautemu nyanyi sedih camar camar yang menyayat hati pasanganmu

Mencari cinta di dalam bumi tempat intan berlian dan emas
Tidak akan kau temu cincin dan perhiasan kekal tanda cinta

Cinta adalah ego yang selalu kau bawa
kala mentari suci memberi cinta hangatnya
kala melati suci memberi cinta dari harum wanginya
kala lautan luas dan cakrawala memberi ruang pada cinta
kala cincin dan permata memberi tanda di cintamu

Cinta ada dihatimu dia berselimut ego
Meruang dalam keabadian
Diwariskan dari maha cinta
Untuk menemuNYA

Dia akan menjadi cahaya bagi sekelilingmu
menjadi air bagi haus menjadi cakrawala bagi damai
menjadi intan termahal bagi tanda cintamu
Tapi dia tidak di egomu


Manado, 16 Februari 2010

CENTURY

Century di awalawalnya abad 21 negaraku
Membakar ufuk sampai perjalanan, panasnya menghanguskan mayapada
Meradang dan makin parah
Dokter dan ahli harus menyuntiknya
Jika tidak maka lumpuh dan mati sendisendi kemakmuran negara
Walau ada satu dua jiwa pasien yang harganya lebih murah dari antibiotik
Sedang terkapar tak bisa makan, tak bisa ke rumah sakit, tak bisa bisa bayar hutang, atau bangkrut dan melarat mendadak.
Tidak perlu disuntik mereka akan mati sendiri dan bahkan bunuh diri tanpa harus mengguncang sendi sendi ekonomi

Century abad kini negaraku
Anak anak usia dini harus berjuang di perempatan, berlarian melompat diantara gerbong kereta, bernyanyi dengan semangat 45 di pintupintu angkot dan bis kota.
Tidak boleh capek dan lelah apalagi sekedar duduk meminum aqua gelasan pereda serak suara yang tak lagi lantang
Malam pun tidur harus dibayar dengan anus yang diobok-obok batangbatang setan agar diijinkan melihat mentari esok
Di gubuk yang kumuh dan beraroma kencing berak beralas kardus kardus TV dan kulkas yang selalu diimpikan punya, dengan gagah ia melayani tanpa menitik air mata nafsu biadad jiwa jiwa binatang

Century abad tinggal landas negaraku
Wakil wakil kami di DPR, melakonkan drama picisan sinetron murahan di senayan
Dengan olah vokal yang indah, plot pangung yang rapi, alur cerita yang mudah ditebak
Membela kepentingan rakyat .. tapi yang mana?
Rakyat yang masih mengantungkan beras murah, listrik murah, air bersih gampang, minyak murah, sekolah dan rumah sakit murah.
Atau rakyat yang menggantungkan kuasa dan modal demi visi misi dan platform mereka masing masing yang absurd dan lintang pukang.

Century adalah abad pemupukan bibit generasi penerus
Generasi yang menguasai ilmu ilmu praktis, praktis cepat kaya, praktis mengikut gaya hidup western, praktis kapitalis dan praktis hedonis.
Ilmu luhur dan budi pekertipun dijadikan praktis.
Hingga telah membiasa bicara penderitaan orang dengan doping suntik dan bong, membicarakan hukum dan tata negara di kafekafe dan karaoke, mendukung ekonomi rakyat tapi lebih sreg belanja gaya hidup dan dugem

Century juga abad penguatan hukum
Hukum yang relatif dan menyudutpandangkan sehingga mampu menjawab makin kenyalnya jaman.
Polisi jaksa hakim dan penegak hukum lain, memegang kitabkitab hukumnya bak layang layang.
Ditarik diulur mengikut angin dimanuverkan meliuk liuk indah, jika tak ada angin dibawa berlari mencari angin.
Tapi bagi nenek pencuri mangga, kakek pencuri bawang, bapak pencuri singkong, dan anak pencuri pinsil, tidak ada angin sama sekali, karena kejahatan mereka di abad ini tidak lagi life style.

Century adalah memeratakan kekuasaan dan kemakmuran
Daerah daerah harus mandiri, milih kepalanya mandiri, mengatur ekonominya mandiri, merumuskan kebijakan daerahpun mandiri, tapi korupsinya selalu jamaah
Kemakmuran pun merata seluruh daerah mengolah hasil alamnya sendiri, bumi laut dan kekayaan alamnya diolah sendiri, untuk golongan sendiri, kroni sendiri.. lagi lagi rakyat jelata pun harus disendirikan

Century hanya putaran waktu
ada siang ada malam ada pagi ada sore ada awal ada akhir
Setajam pedang ia memisahkan sekarang dan kemarin
Membuat mereka terlena dan tertawa bahagia
Sisi tajam satunya telah mengiris jiwa jiwa yang lelah dan telah bersabar
Air kesabaran yang diambil dari penghayatan hidup kesederhanaan, kerja keras, nerimo ing pandum, dan berserah diri, telah termampatkan menjadi energi yang luar biasa dahsyat.
Bagai tsunami ia akan menyapu bersih keangkuhan dan pongah, dia datang dari sudut sudut gelap dan dari asingnya keramaian.
Semua terbelak mata dan bergetar segala gentar, semua terlambat century akan berganti.
di Mayapada Indonesia


Manado, 14 Februari 2010

suara

Suara ini tak menemu bentuk
Padahal ronggarongganya telah bergetar
Satu satu merambat menggetarkan rongga lain
Dalam lubuk hati yang lalu keluar menyesak dada

Suara ini menjemput jutaan rangkai abjab
yang menempel dalam temboktembok dada
yang terbuat dari agaragar di rongga kepala
namun hancur di pangkal kerongkongan

Suara ini tak mampu mengikatnya
jutaan rangkai abjad menjadi minyak
bercampur darah dan nanah
mengendap dalam pipapipa kepenatan

Suara ini tak menemu muara
perjalanannya kesana membawa lumpur
di atas punggungnya di ikat pula di kaki dan tangan
berakhir di pinggiran kali kekeruhan

Suara ini menitipkan pesan
yang tak sempat terucap
atau pun ditulisnya
isyaratnyapun mungkin tidak tertangkap

Suara ini berbaring lemah dan tak berdaya
tak lagi mentari bulan dan awan
bisa dipetik hikmah olehnya
hanya dalam rongga kosong di dada
menunggu datang burung burung bangau membawanya terbang


Manado, 12 Februari 2010

sesaat sebelum senja menghilang

Sesaat sebelum senja benarbenar menghilang
Dan kegelapan menyelimuti seluruh penjuru malam

Kupukupu dengan sayap biru jernih dan ungu anggun bergaris benang emas
Meninggalkan rimbunan bunga di sebelah tembok yang hitam
dilegamkan api sampah tak jauh dari rimbun bunga itu

Tak sempat dia berpesan kepada kembang sepatu yang dikitarinya tadi
Bahwa dia akan selalu terbang mengitari
Walau bara api memakan akar akar bunga hingga kering kedahan dan kelopaknya


Manado, 11 Februari 2010

DUHAI

Duhai

Senyumlah
Senyumlah yang memekarkan putih melati
Senyumlah yang mencerahkan kuning kemuning
Dihamparan permadani hijau segar

Yang mengajak kaki kaki kecil berlarian riang
Berputaran dan bercanda gembira diantara
Himpunan bunga-bunga aneka pelangi
Berpayung biru

Senyumlah Duhai
Senyumlah karena senyum adalah taman bunga
Yang mengajarkan damai dan tenang
Dan warna warna adalah permainan kita


Manado, 8 Februari 2010

kulihat senyummu

Kulihat senyummu memecah awan yang mati
Hari hati kau titi berteman hati
Laun dan pasti kau temu arti
Genggam erat mewujud diri
Sudah punah menanti
Bahagia diraih setelah lama bersembunyi

Kulihat Senyummu, Bahagia

suara hati

Diam tenang bersembunyi dibalik resah gelisahan
Mengamati jauh dibelakang walau dekat berhampiran

Kala dengus keji berhembus dia bergetar
Matanya awas melihat rasa yang menggelepar

dipeluknya diam diam dan halus pelan
hingga tak terasa kehadiraan

Hanya untuk berbisik mengabarkan
"Itu palsu, bias dan fana"
lalu melaten lagi

Akankah itu kau dengar?


Manado, 27 Januari 2010

dari tembok dan asap

Ada seekor pipit kuning yang bermoyangkan dari sisi utara khatulistiwa
Pipit yang tumbuh di pusatnya tembok dan asap di selatan khatulistiwa
Tembok dan asap bagaikan taman bunga hari-harinya
Impian dan imajinasinya sungguh kuat hingga merubah tembok dan asap
Menjadi Kemuning dan Melati

Pipit itu mengerti benar mencari sarisari hidup dari tembok dan asap
Dipungutinya dengan lembut sarisari itu menjadi nutrisi hidupnya
Tubuhnya makin bernas, bulubulunya halus bersih dan makin cerah
Cengkeramnya kuat dan bersahaja
cicitnya merdu dan lantang kepaknya mantap mengalun

Dia terbang tiap hari menghantar
kicaukicau penyemangat
cecuit kedamaian dan persahabatan
harihari terasa lebih riang kehadirannya
pipit pun tak kenal lelah karena dia telah menghayati
sari sari kehidupan dari tembok dan asap angkuhnya belantara gegedungan


Manado, 26 Januari 2010

Dan Ketika

Dan ketika,
akhirnya ranting lapuk terjatuh di tanah basah

dia teringat kala burung-burung pipit mencengkeram dengan kaki kecilnya
yang bernyanyi bermandikan cahaya matahari
dalam lagunya disisipkan selarik syair
tidak kah engkau ikut mengambil sari yang disajikan akar pohon ini

Lalu mentari berkata kala burung-burung itu pergi
benar apa yang disampaikan pipit
sinarku hanya untuk membantumu bukan sari untuk kamu tumbuh dan kuat
lihatlah peganganmu sungguh lemah sambil melirik pangkal ranting yang menempel di dahan

kala awan menghalau cahaya mentari dan turunlah hujan,
air yang lolos dari tampungan daun-daun
singgah kepada ranting membawa kabar dari langit
segeralah berpegang kuat di dahan utama itu engkau begitu ringkih

jemari nya telah menyerbuk bertahun tahun dimakan bangga pesona
yang dimakan pipit kuning yang cantik dan bernyanyi riang

Dan ketika,
sesampai di tanah basah
dia berpesan kepada ranting yang lain
dengan suara keras jatuhnya ranting lapuk di sebuah tanah basah


Manado, 21 Januari 2010

Untuk Anakku

Salam sayang yang tak hingga anakku..
Hari ini kau menginjak lebih dewasa 1 tahun

Kau jalani sepi harimu anakku
Hatimu yang polos tentu berteriak kehadiranku

Namun dari suara kutelpon tadi
Engkau demikian tabah
Engkau yang masih 6 tahun
Ketabahanmu sungguh luar biasa
Melebihi tuntutan yang seharusnya dibebankan

Engkau anakku .. tentu menjadi buah hati
Dan buah hati itu semoga didengar Tuhan
Dan Tuhan-pun trenyuh merasakan ini
Seperti trenyuhnya melihat anak-anak lain berjuang di kerasnya jalan

Bersama hatimu yang polos
Yang selalu sepi
Dan hati polos dan sepi anak-anak yang terjajah dijalanan
Akan menjadikan alasan-NYA untuk bergeliat

Cahaya-NYA akan memeluk lembut hatimu
Engkaupun terhangatkan anakku
Dan semua dilunakkan dihadapanmu
Lalu jalan terbentang untukmu

Jalan yang terang penuh warna warni bunga
Dan semerbak yang selalu dirindu
Nyanyi riang burung yang berirama bersama gemericik air
Jalan yang dibangun keshalehan

Engkau anakku yang polos hatinya
Sepi kau jalani tabah kau hadapi
Air matamu adalah berlian
Ketabahanmu adalah malaikat

Selamat ulang tahun anakku
Doaku ... doaku ..


MANADO 15 JANUARI 2010

Burung Nazar

Kepenatan adalah burung burung nazar
mencabik cabik daging dari tulangnya
segala cerah, segala sejuk, segala riang
menghitam dalam mata terbuka

Aku berlari dan berdiri tegak
walau lututku bergeretak
dan urat urat di sekujur badan tidak lagi mengencang
menyanggah kuat tulang tulang agar tetap tegak

Dalam hidup yang serba cepat dan palsu ini
kepenatan bagai rollet russia
mendera pikiran, menunggu waktu
kapan peluru sedianya menembus benak benak yang lelah

Hilang sesaat dalam tidur malamku
Paginya burung burung nazar
mencabik cabik daging dari tulangnya
segala cerah, segala sejuk, segala riang
menghitam dalam mata terbuka


Manado, 13 Januari 2010

Tadi Malam Aku ke Angkasa

Tadi malam aku berjalan jalan ke angkasa
Melihat bumi yang biru dari ketinggian
Melayang ringan kuhindari benturan dengan meteor

Tenang sekali kususuri kegelapan disitu
Mencari temanku yang sangat penyendiri
Dialah bintang yang tak mungkin kuajak ke bumi
Karena kalau bukan bintang tentu bumi yang akan mati


Manado, 9 Januari 2010

Kepada Lilin

Yang pada waktu itu adalah kegelapan mengerudung
kehampaan telah menembok sekeliling juga atas bawah

Kepada lilin yang sebatang dengan setali uratnya yang menyala
Terima kasih menemaniku dengan terangmu
walau untuk itu engkau habis lalu mati


Manado, 7 Januari 2010

Maju !

Kau ingat kala kuingatkan bara dalam sekam hidupmu
Saatnya sekarang kita tiup kuat tapi lembut
Pastikan oksigennya merata dalam gas gas yang laten

Waktu telah bertambah dan semakin habis
Pencarianmu dan aku belum juga tuntas
Api, ya itu yang kita butuhkan
Membakar sekam dan memanaskan darah semangat kita

Temanku mari dalam satu irama tariklah nafas
Hembuskan kuat dan perlahan,
resapi resapi udara yang keluar
Memberi ruang oksigen untuk berkarya

Ayo
kita semua memang letih ayo
Kita semua harus menggeliat sekarang ayo
Ayo teman temanku
ayo semangat

Kita bersama sama dan jangan kita saling sikut
Malah kita harus robohkan segala macam jurang pembeda
Semua telah tertakar pasti kita hanya menjalani

Ya satu langkah hentakkan ke depan bersama
Satu langkah yang pasti dalam kepasrahan kepada Tuhan
Satu langkah satu irama
satu langkah
maju !


Manado, 5 Januari 2010

Selasa, 05 April 2011

di bumi semua terdiam

seperti mentari yang berkelambu mendung hitam
mereka yang di bumi bersiap akan turunnya
petani tersenyum bahagia padinya tersegarkan
ibu ibu kecut bergegas mengambil jemurannya
pejalan mempercepat langkah

mendungpun juga sebenarnya tidak bisa berdiam
perlahan tapi pasti ia semakin berat menanggung beban uap uap air
sesungguhnya dia tidak kuasa melawan tarikan panas matahari
sungguh nelangsa lalu terjatuh airnya setitik demi setitik menderas
mereka di bumi semua terdiam


MANADO 5 JANUARI 2010

Lalu ?

Lalu ?

hei !!!
tidak ada lalu, yang ada ya ini
ini saja kau belum paham, lalu pun telah kautanyakan
sudah aku pusing, ini saja, lalu biarkan saja
nanti, esok?
itu baru lalu


Manado, 3 Desember 2010

Aku Tidak Sendiri

Aku tidak sendiri
aku baru menyadari kesendirian itu ternyata adalah teman kala aku sendiri,
dialah yang menasehatiku agar berbincang dengan diriku sendiri,
dia pula yang mengajarku betapa hiruk pikuk tidak pernah selesai walau di dalam kesendirian,
dia juga menceritakan betapa agungnya kesendirian,
dia pernah berkata dalam kesendirian akan kau temukan sang MAHA SENDIRI,
oh aku bahagia
aku tenang ya tenang sekali sekarang ini,
betapa luasnya dalam kesendirian,
ruang dan waktu bagai sebutir debu di dalam jagat raya,
aku rebahkan badanku dan regangkan otot syaraf
terasa sekali aliran darah pada pembuluhnya
dan jantung memompanya ajeg,
oksigenpun terasakan kala sel-sel ku menghirupnya,
ya begitu terasa hidup begitu murni,
begitulah seharusnya


Manado, 1 Januari 2010

mentari pelangi dan jalan aspal

tadi pagi kutinggalkan bandara
di depanku pelangi dan mentari dibelakang
aspal basah oleh gerimis

lewat 15 menit di depanku mentari
pelangipun hilang
aspal basah melesatkan cahaya tepat ke kornea
begitu terang hingga membutakan hampir saja kusenggol mobil dan orang di depan

lewat 15 menit pelangi didepanku dan mentari dibelakang
aspal nampak kering namun segar dan liat
aku melihat jelas indahnya pagi

sesampai ditempatku hatiku digelitik
sesungguhnya apa yang ingin kau sampaikan padaku
begitu lelah aku mencarinya
namun engkau mungkin asyik tertidur berselimut mimpimu


Manado, 30 desember 2009

AKU MELIHAT

AKU MELIHAT

DALAM MENTARI ADA KEHANGATAN

DALAM BULAN ADA KEANGGUNAN

DALAM BUNGA ADA HARUM DAN KEINDAHAN

DALAM HUTAN DAN SUNGAI ADA DAMAI DAN TENTERAM

DALAM GERIMIS ADA KESEGARAN


SEMUA DIRANGKUM DALAM SENYUMMU SAJA



MANADO, 26 DESEMBER 2009

IBU

YANG TAK TERPERIH SAKIT DI BADAN DAN HATIMU
KAU CERITAKAN ITU DENGAN SENYUM TABAHMU

ITU BUKAN PALSU
ITULAH KARANG YANG AKAN AUS OLEH TERJANG AIR ASIN DAN TAUFAN
PADA AKHIRNYA MENJADI PASIR DILAUTAN

TEMPAT AKU MELIHAT CAKRAWALA DAN LINGSIR MENTARI
DI SANA CAMAR PUTIH BERSELENDANG JINGGA
MENARI BAHAGIA MENYANYIKAN LAGU PUJIAN BUATMU
LAGU DENGAN LIRIK LIRIK SEDERHANA
TENTANG KASIHMU YANG TAK AKAN HABIS HINGGA PADAM MENTARI

IBU MAAFKAN AKU
BAKTIKU BELUMLAH CUKUP
TUNGGUILAH AKU SELALU


Manado, 22 Desember 2009 

Manis

Menyelinap di tiap lekuk liku sepi sunyi hariku
Bertunas berakar berbatang berdaun berbunga menjalar dari ujung-ujung terluar indera inderaku
Menuju pusatnya di hati lalu berbuah,
Manis


Manado, 17 Desember 2009

Bintang pun Sesepi Diriku

Malam makin beranjak sepi
suara suara binatang semakin jelas terdengar
tapi udara tidak sedingin yang aku harapkan
lalu aku berjalan menembusnya
semakin jauh semakin tegas sepi kurasakan
aku bersyukur bintang begitu terang meskipun tidak mampu memberi cahaya pada jalanku karena aku tahu bintangpun sesepi diriku


Manado, 10 Desember 2009

Akulah Rembulan

Akulah rembulan kala purnama
sepenuh hati memberikan cahaya agar bumi membiru

Akulah rembulan kala setengah
berbaring sekuat daya di awanan agar menyingkir
dan membuat terang langit naungan

Akulah rembulan kala mati
Hilang cahayaku memperjelas bintang dihadapanmu

Akulah rembulan yang hanya dari belas kasih mentari lalu menyinarimu
dan terkadang bayangmu malah menutupiku
namun aku tetap disitu

Akulah rembulan



Manado, 7 Desember 2009

Sore Pukul Empat

Pohon bunga dan rumput lembab semua
sore ini diam
Angin sangat ramah sampai-sampai kedatanganya tidak terasakan
Mentaripun berselimut awanan tipis lembut
Rupanya dia kegerahan di atas sana
dan bumi berbaring tenang

huruf dan kata-kata berkata
ini hadiah dari kami
semoga engkau sudi menerimanya
dan kau simpan dalam benak dan rasamu
paling dalam


Manado, 6 Desember 2009

Tidak Ada

Aku ingin wakilkan gelisahku kepada apa
Aku tidak tahu melalui mana camuk di dalam ini harus keluar

Kata kata tak lagi mujarab
Kias dan alam sekeliling juga hampa

Semua sama dalam gelap
Semua nampak dalam terang

Istimewa hanya permainan nafsu
Selebihnya adalah euphoria


Manado, 2 Desember 2009

Pelangi

kapai kapai pelangi
menguap hilang tidak berapa lama

tinggal putih yang nampak
merah jingga kuning hijau biru nila ungu
tersimpan dalam diri

pada akhirnya hanya hitam menyelimuti


Manado, 26 November 2009

Hujan

kristal-kristal yang mencair
lalu berbaris rapi dan rapat menghampiri bumi
gemuruhnya kuasa disekeliling
aku menyambutnya menerobos pori kulit dan rongga rongga tulang bersatu dengan dengan darah meredam panas yang bergejolak
wajahku mendongak terpejam


Manado, 24 November 2009

Dimanakah

Dimanakah kawan
ketika sauh diangkat dan terompet disuarakan
lalu angin menuntun pergi dan ombakgelombang membopong

Lalu dimanakah kawan
Kala tunas menjadi dewasa dan berpohon
kemudian tumbang dalam raung gergaji
menyanggah tidur dan duduk kita

Ya dimanakah kawan
kala selubang digali dan kafan dibungkuskan
lalu kita bercerita belang atau gadingnya

Engkau ada dihati


Manado, 21 November 2009

Mendung Yang Menyirnakan

setelah berdiam cukup lama
berangsur mendung menepi disisi tak berujung
kunang-kunang antariksa layu malam itu
karena bulan tidak meninggalkan jejak
cahaya bintang dan sinar bulan
telah berpisah bagai utara dan selatan
aku hanya bisa melihat lalu kutinggalkan saja


Manado, 19 November 2009

Yang Mekar Dalam Diam

Dengan bahasa yang tidak terucap
Meminjam istilah bunga-bunga yang disirami majikannya
dan ungkapan burung-burung ceria dihangat mentari
juga rerumput sejuk di musim semi
serta lembah biru bersaput awan nan tipis
kala selarik jingga menerangi dasarnya

Kata-kataku berat disuarakan,
Jika saja engkau tidak tidur
Dan cakrawala kehidupanmu sedang suram
Namun langit malam terang berjuta bintang
Tentu engkau mendengarnya
Sejenak kemudian mampir dihatimu dengan isyarat indah

Kata-kataku yang sunyi namun berteriak lantang dalam hati
Meminta sekeliling alam mau mengerti
Hiburlah dalam asing sendiri
Seperti kau hibur bunga bunga yang dijual di pingir pingir jalan
Yang tak tahu harus bersedih atau gembira
Kala meninggalkan si penyiram bunga
dibawa pergi sang penikmat karena kuasa uangnya


Manado, 13 November 2009

Ikhlas

Menengadahlah pada inti langit
Melihatlah kedalam inti hatimu
Sampaikan kata katamu menghias air mata
Masih belum cukup kita berterima kasih

Angkatlah tangan lemah kita
Terima saja pemberian walau telapak memerih
Itu adalah anugerah betapapun berat
Lalu cerialah dan berjalan menentengnya

Dia tahu itu semua
Dia pun menangis untuk kita
Diapun tergetar hatinya
Keikhlasan kita menggoncang keagunganNYA


Manado, 10 November 2009

dia

Wajah itu kulihat lagi pagi ini
Lebih tepat ekspresi lugunya
Dan guratan manis gemas sosoknya

Sambil acuh aku membayangkan
Andai kunikmati wajahnya sepuas hati
Tanpa ego dilukai oleh penolakan

Oh mengapakah cerah mentari selalu melahirkan bayang
Dan disitu aku harus berdiam
Jika kupaksa melihatnya tentu akan buta dibuatnya


Manado, 9 November 2010

Sebuah Kata

Aku memanggilmu dengan suara hati
yang menggema disepanjang jalan kau lalui
merayap pada tembok tembok dan udara
ketika mendekatmu sesungguhnya kaupun sadar

Getaran itu menyentuh bulu halusmu
menyapa hatimu
dengan nada nada yang juga kau suka
nada nada terisitmewa lelaki biasa saja

Teruskanlah
seperti aku telah meneruskan pada ujung mulut ini
lalu menjelma sebuah kata
AKU MENCINTAIMU


Manado, 7 November 2009

Lelaki dan Bunga Mawar

Lelaki bersahaja itu termangu termangu
Tidak tahu lagi apa yang harus dipikirkan
Semua tidak ada yang mampu menjawab
Sementara Titik darah makin besar menggenang di jarinya

Dalam kosong tatapannya ia tersentak
Kelopak kelopak mawar terjatuh dan tertiup angin
Menyisakan batang kering dan duri tajam
Dia bertanya
Kemanakah air yang selama ini aku memandikanmu
Haruskah dengan darah karena durimu
Engkau membiarkan aku sendiri


Manado, 3 November 2009

Cerita Bulan

Dengarkan cerita bulan sabit
Yang beredar tua hari

Kala purnama disanjung bunga
dirangkai bersama kata kata diikat dengan pita emas

Pernahkah engkau menyadari dia akan menjadi sabit lalu mati

Dia selalu hadir kala gelap
Menunggumu kala malam
Terjaga dalam pandanganmu

Kala awan menutupnya
Menderas air mata
Tak terlihat namun selalu disana

Sebentar lagi bulan akan mati
Ikhlaskan engkau berkawan bintang
Janjinya selalu ditepati
Di purnama menghampirimu walau engkau acuh kepadanya


Manado, 31 Oktober 2009

Jingga

Senja emas berkilau
Memantul di garis pantai nusantara
Menjadi suar gemilang pagi
Sekali lagi kilau emas sambut anak-anaknya
Setelah tenang melepas penat malam

Saudara sahajaku
Yang di persawahan dan hutan hijau
Yang mengarungi sungai danau dan lautan
Yang digempur polusi sampah dan macet
Yang menyusup di meja perkantoran dan birokrasi
Yang mengalunkan kebenaran dan perjuangan
Bahkan yang terpaksa mundur di kolong kolong jembatan dan pinggiran sungai busuk juga lapangan sampah
Jaga ! Garis demarkasi pertahankan front nurani kita

Suara kita adalah harapan dan cita cita
Adalah galah untuk meraih cita cita itu sendiri
Adalah tali pengikat semangat

Jagalah yang telah dijanjikan pada kita
Arahkan mata kita mengawasi

Ibu pertiwi tidak hanya berdongeng
Tata tentrem kerta raharja adalah janjinya

Cahaya keemasan memanjang dari horison hingga pantai
Emasnya telah membumi bukan lagi sebuah pantulan
Hadiah bagi kita dan anak cucu kita


Manado, 26 Oktober 2009

Sudah Lama Kemarau

Ini lama sudah kemarau
Masih juga basah rindu ini

Seperti juga musim lalu
Hujan pasti datang

Airnya tak tertampung meluap
Menyungai dan bermuara

Mengawan berkelana lagi
Rinduku akan bercerita lagi

Hanya padamu saja


Manado, 22 Oktober 2009

Hanya Saja

Ingin kuungkapkan rindu padamu

Satu gelas besar air putih
Korek api
Asbak yang telah penuh puntung
Buku dan pena
Di atas meja

Ternyata angan yang berani berkata padamu

Kaupun mendengar walau jauh
Dan tanganmu semakin erat menggengamnya
Hanya saja itu bukan tanganku


Manado, 20 Oktober 2009

untuk menjadi pesan bagi mata yang mencari

Dimanakah hikmah
Kala kata-kata bungkam
Lesu tanpa air dan cahaya

Walau telah basah lidah bertanya
Namun cahaya belum juga menuliskan
Apa yang akan disampaikan

Seperti pelangi
ia membutuhkan air dan cahaya
untuk menjadi pesan bagi mata yang mencari


Manado, 19 Oktober 2009

Hei ! , Cinta !

Sekali sekali
hei !
Cinta !

Naiklah delman
Nikmati jalan tanah sehabis hujan
Aroma tanahnya bermesraan dengan harum bunga padi

Flamboyan akan meneduhkan
Tetes tetes airnya masih luruh
Lalu dikibaskan jurai kuda putih yang berderap anggun

Hei !
Cinta !

Sekali-kali tuntaskan jalanan pinggir sawah ini bersama delman
Jangan naik pesawat terus
Tidak bisa singkat menikmati sebuah keindahan


Manado, 16 Oktober 2009